Friday, December 16, 2005

Filipina

Mereka mengenakan jaket sportif bertuliskan 'Indonesia'. Jelas mereka para atlet kita yang akan mewakili Indonesia di suatu ajang internasional. Hmmm, tapi mereka kurang sempurna, banyak yang berkursi roda. Ahhhh, of course, selalu ada paralympic setelah olympic. Dan setelah Sea Games 2005 kelar, maka Special Sea Games pun digelar di pula di Filipina.

Kami sepesawat. Terharu juga melihat semangat di wajah-wajah itu. Kita yang secara fisik lengkap saja belum tentu lho setegar mereka. Sayang, selama di sana kami tak sempat memberi dukungan langsung dari pinggir arena. Tapi aku yakin mereka bakal memberi hasil lebih baik dari 'kontingen sempurna' kita yang konon dahulu kala pernah berjaya tak tertandingi di Sea Games, tapi kini terseok bersaing dengan tim medioker macam Myanmar di papan tengah klasemen perolehan medali - by the time you read this, most likely you'd have already known the results, tentu saja kalau ada koran atau TV yang memberitakannya.

Anyway, aku nggak akan berpanjang lebar tentang olahraga. Pun tentang belasan rekan seperjalanan lain - para wanita berusia 20-30an, berwajah lugu, berbusana muslim seragam - yang menuju Arab Saudi (pffhhh, pasti capek ya, transit di Singapore, Manila, lalu mungkin entah di mana lagi, lalu Riyadh). Karena pasti kita bisa menebak dalam rangka apa mereka ke sana.

Tentang Filipina? Well, nggak banyak sih yang bisa aku ceritakan selama kunjungan singkat seminggu ke sana (dalam rangka urusan kantor tentu saja, bukan berwisata :-p), tapi paling tidak aku memperoleh pengalaman pertama going abroad, meskipun di negara yang sangat-sangat serupa dengan Indonesia. Lumayan, jadinya sekarang aku berstatus sah pernah ke luar negeri, hahahaha...

Image hosted by Photobucket.com

Melihat foto salah satu sudut Manila di atas, jelas Filipina sangat jauh dari 'wah'. Bahkan boleh dibilang mereka masih sedikit tertinggal dari kita. Manila lebih semrawut dari Jakarta. Di beberapa sisi kotanya kita akan berpikir: "Sebenarnya kota ini belum jadi apa sudah rusak sih?"

So, Jakarta is not THAT bad? Well, if you look at Manila, then it surely is. But then again, serupa dengan olahraga kita, kalau kita tak bisa mengimbangi mereka dalam akselerasi perbaikannya, bukan tidak mungkin tak lama lagi mereka yang akan berada di depan kita.

Oh well, lain kali kita sambung lagi. Ingin rasanya bisa banyak menulis - ini saja comeback setelah hampir sebulan nggak update blog :-( And yes, I finally chose bigger fontsize for the sake of healthy reading - tapi, you know, seperti kata Arkarna, it's always so little time so much to do. Salamat* for reading this.

*Terima kasih dalam Tagalog.

Friday, November 18, 2005

Malaysia (2)

Berita tentang kematian DR. Azahari Husain sungguh fenomenal. TV, koran, situs-situs berita, semua menjadikannya headline. Bahkan sampai jenazah gembong teroris itu hendak dipulangkan ke tempat kelahirannya, liputannya sama sekali tidak mereda.

Sungguh menggelikan melihat kru-kru berbagai media mengikuti perjalanan mayat itu ke sana. Apa yang ada di benak mereka? Seorang tokoh besar telah mangkat dan harus diliput sampai ke liang lahat?

Aku tahu, aku tahu! Pasti mereka terlalu banyak nonton Hidayah, Rahasia Ilahi, Yoyo 3 (! We're a sick country, aren't we? At least those producers are!) dan sinetron mistik berbungkus agama - atau the-story-follows-the-stupid-trend-but-ridiculously-too-obvious sinetrons - lainnya. Mereka berharap ada kejadian luar biasa di pemakaman 'orang jahat' itu dan tak mau melewatkan kesempatan emas mengambil gambarnya! Mungkin saja lubang kuburnya menyempit, mengeluarkan air comberan, dipenuhi ular, meledak atau jenazah ibunya di liang sebelah marah-marah dan nggebukin dia kan?

Viva trends and aji mumpungs!

Oh, and it's completely normal if you think this post is sarcasm.

Friday, November 11, 2005

Malaysia

Kemarin petang aku nonton sebuah acara di salah satu TV swasta yang bertema rekomendasi ke restoran-restoran, hotel, sarana rekreasi, tempat-tempat hang-out dan sejenisnya. Salah satu tempat yang diunggulkan di edisi kemarin adalah sebuah rumah makan yang menyajikan masakan khas Malaysia.

Sebentar, sebentar... Malaysia? Wah, kayaknya aku memang super-kuper nih. Perasaan kalau restoran spesialis masakan Cina, Perancis, Jepang ataupun Padang dan Sunda, aku sudah sering dengar. Tapi Malaysia? Terus apa dong hidangan favoritnya? Emang ada gitu?

I bet their slogan will be: Check out our special menu, the taste will EXPLODE in your mouth! Hahaha, joking, dude, joking...

Tuesday, November 01, 2005

Selamat Kepagian

Image hosted by Photobucket.comBagaimana kalau Anda mendapat ucapan selamat tahun baru pada tanggal 20 Desember? Atau ucapan selamat ulang tahun lima hari sebelum hari jadi Anda? Atau ucapan selamat menempuh hidup baru seminggu sebelum Anda melangsungkan pernikahan? Kalau saya di posisi Anda, saya akan merasa janggal.

Mengapa sih kita harus berlomba mengucapkan 'Selamat Hari Raya Idul Fitri, mohon maaf lahir dan batin' dan yang semacamnya seolah pengucap pertama akan mendapatkan emas olimpiade? I mean, c'mon people, look at this silliness: saat Bulan Puasa baru berjalan beberapa hari, sudah banyak kita jumpai ucapan Selamat Hari Raya di media massa. Dan seminggu terakhir ini semakin menjadi-jadi. Parahnya, kita juga terlibat di dalamnya.

Email dan SMS sudah 'beterbangan', bahkan sebagian dari kita sudah saling menyalami, mohon maaf lahir batin - tulus atau lip-service (most likely lip-service, default setting, because it's an annual habit) - sejak beberapa hari yang lalu.

Alasan klasik: pada malam takbiran atau tanggal 1 Syawal, jaringan seluler bakal terlalu crowded. Atau: orang-orang kan mau mudik, ya ucapannya 'in advance' aja, mumpung ada orangnya, soalnya baru bisa ketemu lagi pada H+10. Dan seterusnya.

Well, guys, I don't buy that. I'm sorry (lahir batin, wekekeke... Wait a minute, what the heck is 'lahir batin' supposed to mean anyway?). Seperti pelari olimpiade, mereka tidak merayakan kemenangan sebelum tiba di garis finis. Jadi, to all my friends yang sudah kirim email dan SMS Lebaran: tolong bersabar ya, I'll reply to that when the time has come. You do expect me to reply, don't you?

Wednesday, October 26, 2005

Lebaran

Menggelitik sekali salah satu bagian yang disampaikan penceramah pada acara buka pusa bersama di kantorku kemarin. Sepertinya bukan kali pertama aku mendengarnya, tapi tetap saja menggelitik.

"Pada zaman Rasul dan para sahabat dulu, saat Bulan Ramadhan hampir berakhir, mereka bercucuran air mata. Menangis karena takut tidak bisa bertemu lagi dengannya tahun depan. Bandingkan dengan kita sekarang yang menangis karena THR belum turun."

Lucu. Tapi menyentil. Mengingatkan lagi kepadaku - dan mungkin kepada sebagian besar dari kita - bahwa makna puasa ternyata masih jauh dari kita pahami. Aku sendiri sampai sekarang belum bisa berbunga-bunga tatkala Ramadhan menjelang, pun tak merasa sedih saat dia hendak berlalu. Masih hambar. Biasa saja. Jangan-jangan bagiku Ramadhan masih sebatas rutinitas?

Bagaimana dengan Anda, atau para suadara, teman dan tetangga kita?


Image hosted by Photobucket.com


Gembira, bersyukur, lega. Itu respon yang sangat-sangat manusiawi saat Idul Fitri tiba. Namun saat rasa itu diwujudkan dalam bentuk yang berlebihan dan salah kaprah, kita tahu pasti bahwa kita belum berhasil menjalankan puasa secara hakiki. Kita tidak mendapat apa-apa, kecuali lapar dan dahaga. Dengan tambahan sedikit THR.

Bagaimana mungkin kita mengurangi volume ibadah untuk berbelanja: baju plus aksesorisnya, makanan dan tetek bengek parsel, juga larut dalam segala aktivitas yang berkaitan dengan persiapan mudik, justru saat Ramadhan memasuki hari-hari penghabisannya? Ada yang tidak berpuasa dengan alasan sedang dalam perjalanan pulang kampung.

"Nggak afdol rasanya kalau nggak mudik," itu alasannya. Masuk di logika bagian mana, kegiatan yang tidak jelas tuntunannya dan hanya sebatas tradisi turun-temurun bisa lebih diutamakan di atas puasa Ramadhannya sendiri?

Dan di Hari Lebaran, sebagian dari kita bersuka-suka, hura-hura, berjoget dangdut seharian di tempat-tempat wisata memelototi biduan-biduan seksi yang seperti baru saja berhibernasi. Di mana nampak bekas-bekas puasa mereka?

Aku jadi ingat kembali sebuah hadis tentang para setan yang dibelenggu di Bulan Ramadhan. Terang saja mereka bakal bersuka cita saat belenggu itu lepas di malam takbiran. Kontras dengan tangisan para mukmin yang baru saja kehilangan ladang tersubur ibadahnya.

Bagaimana dengan Anda, di pihak manakah Anda sebenarnya berada?

Wednesday, October 19, 2005

Bedanya Ramadhan Tahun Ini

... dengan yang sebelum-sebelumnya, bagiku, adalah... Bahwa sekarang aku sudah tidak sendiri lagi. Alhamdulilah. Sudah ada yang masakin buat buka dan sahur. Jadi enak, tinggal makan, coy. Lezat-lezat lagi karena istriku termasuk berkemampuan memasak di atas rata-rata (untuk ukuran 'perempuan zaman sekarang', that is).

Hahaha, kok segitu sempitnya. Gak dhing. Yang jelas ada perasaan... apa ya... lengkap. Ya, lengkap. Itu kata yang tepat. Meskipun pas puasanya sendiri godaannya jadi nambah ;-p

Insya Allah, kalau masih diberi kesempatan lagi, puasa tahun depan akan makin lengkap lagi dengan adanya orang ketiga. Lho?

Maksudnya anakku. Allahumma amin.

Friday, September 23, 2005

Gila Bola

Seperti kebanyakan pria, aku suka sepakbola. Aku suka bermain sepakbola, menonton pertandingannya - di stadion atau lewat TV, mengikuti berita dan perkembangannya, bahkan memainkan game-game komputer, online maupun standalone, yang bertema sepakbola. Belum sampai pada taraf 'penggila' sih - aku hanya bangun jam 2 dini hari untuk siaran langsung match yang benar-benar 'penting', macam babak akhir Liga Champions Eropa atau putaran final Piala Dunia.

Beberapa kawan 'penggila' bola begadang 2-3 kali seminggu menonton siaran langsung liga-liga reguler Eropa, sementara 'penggila' yang lain mengikuti kelompok-kelompok supporter tim lokal kesayangannya berlaga, kandang maupun tandang, bernyayi riang sepanjang pertandingan mendukung bintang-bintang pujaannya. Ada lagi yang bermain cukup sering, minimal 2 kali seminggu. Yang ini lebih positif - dan tentu jauh lebih baik untuk kesehatan daripada sekedar begadang.

Lalu, kalau yang merusak fasilitas umum, termasuk stadion timnya sendiri, menggangu ketertiban, bahkan membegal, memalak, merampok, menodong dan menjarah pedagang kaki lima? Bukan. Mereka bukan penggila bola. Mereka hanyalah preman-preman tengik yang mencari kesempatan menyalurkan hobinya. Hobi yang jelas tidak berkaitan dengan sepakbola, namun mengatasnamakan sepakbola. Menunggangi even-evennya. Dan pada akhirnya merusak nama sepakbola itu sendiri.

Mereka adalah penyakit, seperti hanya flu burung atau para wewe minyak di Lawe-Lawe, yang musti diberangus untuk mengurangi borok negeri ini. Caranya, tentu saja, akan berbeda. Preman-preman disikat di jalur hukum, flu burung supaya diperangi dengan metode medis-veterinaris (don't mind the weird word, I just invented it ;-p) dan wewe minyak Pertamina biarlah diuber Tim Pemburu Hantu (toh selama ini mereka memang senang menangkapi setan).

Thursday, September 15, 2005

Widuri

Tiga minggu yang lalu aku berkesempatan mengunjungi sebuah platform lepas pantai (offshore) dalam rangka site survey sebuah project. Klien kami sebuah oil company asal Cina. Mereka mengelola beberapa blok pengeboran di lepas pantai utara Jakarta. For the first time in my life I saw the 'real thing' dan yang membuatnya spesial adalah karena platform itu terletak in the middle of nowhere, di laut, 4.5 jam perjalanan by boat dari Tanjung Priok. Lokasi yang kami tuju populer dengan nama 'Widuri'.


Image hosted by Photobucket.com
Widuri Papa di pagi hari. Foto-foto lain bisa disimak di sini.


Selama 1.5 tahun lebih, aku hanya duduk manis di depan monitor PC-ku, merancang dan menghitung ini dan itu, tapi belum tahu exposure lapangan yang sebenarnya. Dan pengalaman 3 minggu yang lalu itu jelas sangat berharga.

Berangkat jam 7 pagi dari Jakarta, sebelum tengah hari kami tiba di sebuah tanker raksasa, tempat produksi dari puluhan oil well di sekitarnya ditampung sementara sebelum diambil oleh kapal-kapal lain. Juga tempat tinggal ratusan pekerja. Namanya 'Widuri Terminal'.

Sore harinya kami pindah ke platform tempat processing minyak dan gas sebelum dialirkan ke Widuri Terminal. Nama tempatnya Widuri Process Platform, atau lebih sering mereka sebut 'Widuri Papa' atau lebih singkat lagi hanya 'Proses'. Memang di sanalah data-data yang kami butuhkan berada. Kami tinggal selama empat malam di sebuah living quarter bernama 'Seafox' yang dihubungkan dengan semacam jembatan ke Proses. Quite a lot of people live there too, lebih dari 50 orang.


Image hosted by Photobucket.com
Ini yang namanya Seafox. Those windows belong to the cabins.


Well, I'm not really good at expositional story telling nor I'm intending to do so. Jadi narasi di atas hanyalah gambaran pembuka saja. What I'm gonna tell you here is betapa memang bekerja di offshore itu - bisa - sangat membosankan, terlepas dari - bisa - sangat berbahaya, tentunya.

Duluuu, semasa masih kuliah, aku sempat berpikir bahwa sepertinya bekerja di offshore itu menyenangkan. I mean, menyenangkan karena gajinya ;-) Belum lagi semua fasilitasnya. Gak usah mikirin makan, minum, cucian, etc. Semua dijamin. Kamar pun full AC & ada room service, telepon & internet free, hahaha. Bahkan sampai sesaat sebelum kunjungan ke Widuri lalu, aku masih menyimpan ketertarikan yang sama. Turned out to be... tidak seindah itu. Maksudku, penghasilan & fasilitas memang se-oke yang kubayangkan, namun ternyata banyak hal yang tak bisa dibeli dengan semua itu.

Oke, mereka tidak tinggal di sana all the time. Ada yang seminggu on, seminggu off, ada yang dua mingguan, dsb. Tapi pas di sananya itu lho... Feels like forever! You see nothing but... nothing! Boring abis! Belum lagi ketika kamu kangen dengan orang-orang yang kamu sayangi. Ini yang berat. Temanku bilang: ketika di sana, waktu serasa berhenti.

Aku jadi maklum kemudian melihat beberapa teman yang nggak tahan kerja berlama-lama di tempat-tempat seperti itu (including onshore remote areas). Bahwa ternyata a lot of things in life just can't be bought. Bahwa ternyata berondongan pertanyaanku ke mereka: "Ngapain sih kamu resign? Gaji segede itu apa masih kurang?" tidak terlalu valid.

Aman. Nyaman. Dan akhirnya: tentram. Meskipun saldo tabungan naiknya perlahan-lahan banget, I now realized bekerja di kantor (atau dimana pun, asal bisa dekat dengan keluarga, teman, etc.) jelas lebih enak. Eitss, don't get me wrong, to some people, bekerja di remote areas justru lebih cocok. Jadi, mungkin ini masalah selera atau personality. Maybe. Absolutely not mine, though.

Wednesday, August 24, 2005

Merdeka

Waktu Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan negara ini 60 tahun yang lalu, mungkin memang hanya satu kata ini yang memenuhi benak mereka: merdeka. Sekarang, enam dasawarsa telah lewat, tampuk kepemimpinan telah berkali berganti, apakah kita memang sudah merdeka?

Image hosted by Photobucket.com

Sebagai bangsa yang sudah tidak belia lagi, sungguh kita layak malu dengan berbagai atribut jelek yang tersemat pada diri kita sampai sekarang. Bangsa yang tidak disiplin, korup, terbelakang, tak bisa mengelola kekayaannya yang melimpah ruah dan banyak lagi.
Kita bangsa yang kaya minyak, tapi nyatanya saat harga minyak melambung, justru kita yang kepayahan. Kita bangsa yang mengaku berbudaya adi luhur, tapi nyatanya korupsi, kemalasan, jam karet dan sejenisnya justru menjadi budaya sehari-hari. Kita menjadi begitu bergantung pada belas kasihan bangsa lain, bahkan menjadi robot dan mesin uang bagsa lain padahal kita hidup di bumi - dan laut - yang tak tertandingi potensinya. Apakah kita memang sudah merdeka?

17 Agustus jangan-jangan hanyalah sebuah rutinitas. Tahun lalu ada panjat pinang, tahun ini tidak. Tahun lalu RT 5 menang tarik tambang, tahun ini RT 2 yang menang, dan seterusnya. Ia hanyalah tanggal yang dimeriahkan. Ketika bendera-bendera dikibarkan. Ketika seminggu sebelumnya gapura kampung dicat ulang dan seminggu sesudahnya diadakan pangung hiburan di halaman kelurahan. Jangan-jangan itu saja.

17 Agustus hanyalah perayaan yang superfisial. Anestesi sejenak dari berbagai rasa sakit bangsa yang kronis. Sialnya, anestesi ini ternyata memerlukan dana (dan tentu saja waktu, tenaga dan pikiran) yang tidak sedikit, yang jelas akan lebih bermanfaat bila diarahkan ke area lain. Anestesi yang satu ini, bahkan juga dibumbui dengan pencurian listrik demi memenuhi kehingar-bingarannya. Apakah kita memang sudah merdeka?

Meskipin demikian, tentu saja kita tidak boleh berhenti hanya sampai termenung dan merenung. Berhenti sembari mengutuki nasib jelek bangsa ini (dibilang nasib pun sebenarnya tidak pas karena kita semua juga yang salah). Kita harus memulai memperbaikinya. Dari diri sendiri, dari yang sederhana sampai akhirnya menyeluruh ke semua sendi kehidupan.

Pelan-pelan kita pasti bisa berbenah. Dari stop buang sampah sembarangan, lebih sering tepat waktu, berhenti menilep uang yang bukan milik kita (apalagi milik rakyat), sampai mengerem gontok-gontokan berebut kekuasaan, entah pilkades, pilkada atau pemilu. Pasti bisa kita lakukan kalau kita mencontoh semangat ikhlas para pejuang kita dahulu. Yang hanya satu kata saja yang mendasari pengorbanannya: merdeka.

Lalu sekarang, apakah kita memang sudah merdeka? Jangan-jangan seperti perayaannya, kita baru merdeka di permukaan saja.

Tuesday, August 16, 2005

Come To Papa

Hmmm, 7.5 bulan bukan waktu yang lama kan? Karena insya Allah sekitar 7.5 bulan lagi, I'm going to be a daddy. Belum lama setelah dag-dig-dug mau married, sekarang aku sudah dilanda dag-dig-dug lagi. Yang ini bahkan lebih dahsyat.

Image hosted by Photobucket.com

Lucu juga tuh pic di atas, yang aku cuplikkan dari Forum Blogfam. Begitu aku kabari istriku hamil, kucing dan anjing langsung muncul di bawah postingku, hahaha... Thanks buat Mbak Retno dan Mbak Juju (dan semua my bro and sis di Blogfam) yang sudah menyelamati, mendoakan dan menyemangati kami. It means a lot. It does.

Wednesday, July 27, 2005

Home Bitter Home

Jika Anda tinggal di Jakarta, melihat foto di bawah seharusnya tidak akan membuat Anda berpikir tentang seorang bapak yang sedang bermain dengan anaknya. Atau seorang tukang sampah yang sedang iseng mengajak anaknya menemaninya bekerja. Anda pasti tahu bahwa ia tidak sedang menarik mainan atau perangkat kerja. Dia sedang menarik rumahnya.

Image hosted by Photobucket.com


Cerita tentang keluarga gelandangan-pemulung model begini sudah sering kita dengar. Dan sekali lagi, bagi yang tinggal di Jakarta, kita juga sudah kerap melihatnya. Believe it or not, dalam perjalanan saya dari tempat kos ke kantor tiap hari (jalan kaki sekitar 350 meter) saya melihat dua 'keluarga gerobak' semacam ini. Kadang tiga, kadang cuma satu, tentu saja tak pasti karena mereka memang nomaden.

Apakah tempat kos dan kantor saya berdekatan dengan semacam tempat pembuangan sampah? Tidak sama sekali. Ini Cikini, Menteng. Daerah yang sering disebut kawasan elit di Jakarta (meskipun sekarang sudah tergeser Pondok Indah dan sebagainya). Kata kawan saya, Menteng adalah tempat tinggal 'orang kaya lama'. Yang saya lihat sekarang, Menteng juga tempat tinggal orang miskin baru.

Satu setengah tahun yang lalu, waktu pertama kali merantau di Jakarta, saya belum melihat mereka di sini. Is it just me or their population does actually grow bigger and bigger? I'm sure it's not just me.

Sewaktu saya masih dalam 'masa pencarian', kawan saya yang sama pernah bilang,

"Ndan, di Jakarta kamu bakal melihat kesenjangan yang benar-benar menganga di depan matamu. Bener-benar telak." Dia mengatakan itu menjelang lampu merah di mana saya melihat beberapa orang kurus kering yang kumal tergolek di trotoar sementara mobil-mobil mewah terbaru yang tak pernah saya lihat di kota asal saya berseliweran di dekatnya. Saya segera paham maksud ucapannya.

Itu hanya sebuah contoh. Setelah saya perhatikan, ternyata banyak rumah di sekitar tempat kos saya yang ternyata tidak berpenghuni. Rumah-rumah itu sejatinya bagus - mungkin memang milik orang kaya lama, tapi jadi suram dan seram karena tidak dirawat. Rumah di depan tempat kos saya bahkan berukuran sangat besar, luas tanahnya jelas di atas 1000 m2 (merinding juga membayangkan harganya karena konon tanah di sini sudah mencapai Rp 5 juta/m2). Kabarnya dilengkapi kolam renang segala. Siapa yang tinggal di sana? Bukan pemiliknya, melainkan beberapa orang yang diupah untuk menjaganya.

Saya tidak mengusulkan agar para 'keluarga gerobak' ditampung di rumah-rumah kosong itu. Tapi betapa sayangnya aset-aset itu dibiarkan terlantar begitu saja. Andai digunakan untuk usaha atau disewakan, misalnya, tentu akan lebih bermanfaat. Bagi pemiliknya dan orang lain.

Home bitter home. Not really though, coz both the carts and the empty houses can not even called 'home'.

Friday, July 22, 2005

Say No to Crime

I received this hilarious picture from a maling list posting. Terlalu lucu untuk tidak di-share di blog ini.


Image hosted by Photobucket.com


Hahaha, sebuah kampanye 'anti-kejahatan' yang menarik. Tapi jangan-jangan nanti ada 'golongan' yang justru malah tertarik masuk penjara setelah melihat gambar ini? Gak dhing, bercanda. But I mean, you know, this is a very sick world already.

Anyhow, tetap jaga integritas kita, jadilah orang yang 'lurus-lurus' saja. Taat agama, taat hukum dan jujur. Kita mungkin jauh sekali dari berpikir untuk merampok, memperkosa, drugs-dealing, atau membunuh. Tapi stay away from 'uang panas', korupsi, penilepan, kongkalikong, mark-up, pelicin, sogok-menyogok, tembak-menembak dan sejenisnya, baik perorangan ataupun berjamaah, yang banyak sekali bentuk dan kemasannya itu, tak mudah dilakukan. Banyak sekali godaan ini di sekeliling kita - apalagi bagi yang bekerja di 'tempat-tempat basah' (misal: empang, wekekeke...). Dan itulah yang merusak bangsa kita. You know what, it's not worth it, my friend. Trust me. Mulai sekarang, jadilah KPK, minimal untuk diri sendiri.

Aku yakin di Indonesia sebenarnya masih banyak orang baik, yang nggak korup, yang nuraninya masih hidup dan berkata 'tidak!' ketika dihadapkan hal-hal di atas. So, say no to crime. Please.

Tuesday, July 05, 2005

Audisi

Istilah ini sekitar setahun belakangan menjadi tren tersendiri di dunia pertelevisian kita, terutama yang berkaitan dengan apa yang beken disebut 'reality show'. Dari yang 'masuk akal' - seperti kontes menyanyi, akting atau melawak, yang memang lazim diaudisikan dan di-show-business-kan - sampai yang sedikit dipaksakan macam kontes da'i, berebut rumah mewah, berlomba meraih cinta seorang milyuner gadungan yang ganteng, mengincar posisi direktur atau warisan. Yang lebih heboh lagi adalah audisi untuk memilih pembantu seorang selebritis, dengan iming-iming gaji 10 juta per bulan.

Setelah audisi ini kelar, biasanya akan terpilih beberapa kandidat yang kemudian - biasanya juga - akan menjalani semacam 'karantina', proses 'eliminasi' yang - lagi-lagi biasanya - diadakan tiap minggu (bisa disinonimkan dengan: penjemputan, ekstradisi, lengser, penggosongan atau istilah-istilah lainnya yang dipaksakan pemakaiannya agar tidak disebut meniru), sampai saat final di mana sang pemenang ditentukan.

Image hosted by Photobucket.com


Tahap-tahap itulah yang kemudian diekspos, dipecah-pecah dalam paket-paket siaran, bahkan diberi porsi khusus dalam acara berita atau infotainment. Dari sini stasiun TV mungkin akan menangguk keuntungan (slot iklan, promosi stasiun TV itu sendiri, atau lainnya, yang kita sebagai orang awam mungkin tidak kapabel untuk menganalisisnya).

Terlepas dari protes beberapa pihak (ada yang keberatan dengan eksploitasi wanita dalam perebutan cinta sang 'milyuner', ada yang merasa profesi PRT direndahkan dalam audisi pembantu), kita bisa melihat tren acara semacam ini sebagai another temporary booming di dunia pertelevisian kita. TV adalah bisnis. Dan kalau terbukti feasible alias menguntungkan, suatu konsep acara akan ditiru oleh para pesaing. Perkara formatnya dibuat serupa atau berbeda, itu hal yang lain.

Kita ingat telenovela, film India - memang impor, tapi sempat merajai layar TV kita, berbagai kuis, sinetron percintaan, lalu sinetron laga (berseting kerajaan-kerajaan zaman antah-berantah), lalu sinetron remaja, lalu sinetron misteri - yang terispirasi tren acara para dedemit, lalu sekarang sinetron berbumbu agama (tapi tetap mengusung klenik dan - sekali lagi - para dedemit), acara-acara gosip kasak-kusuk kabar burung dunia selebritis, acara-acara yang mengangkat tema 'membantu orang miskin' (modalnya, nikahnya, bayar utangnya, sekolahnya, rumahnya, dan suatu saat nanti mungkin pemakamannya) dan tentu saja yang kita bahas sekarang, yang berkonsep audisi-isolasi-eliminasi (maaf kalau banyak yang terlewat, penulis lebih suka tren siaran langsung sepakbola sih).

Pertanda apakah ini? Atau memang bukan pertanda apa-apa? Bahwa tren (baca: meniru) adalah salah satu warna hidup yang manusiawi? Apapun itu, stasiun TV sebagai pihak yang bertanggung jawab dengan penayangannya, seharusnya berusaha lebih selektif dan kreatif. Jangan hanya berkonsentrasi pada profit secara finansial bagi mereka, tapi juga manfaat hiburan dan pendidikan yang seimbang bagi masyarakat. Sudah terlalu banyak paket acara yang membodohi kita, menginjak-injak intelektualitas pemirsanya - atau yang terpaksa menjadi pemirsa karena tak ada alternatif hiburan lain yang layak.

Pertelevisian kita sepertinya memang sedang tumbuh dewasa. Semoga trik tiru-meniru ini hanyalah salah satu proses pembelajaran saja dalam masa pertumbuhan itu.

Monday, June 13, 2005

Hattrick

Duluuu, entah di posting yang mana, aku pernah 'berjanji' untuk menulis tentang subjek yang satu ini. Buat Anda penggemar sepakbola, kemungkinan besar imajinasi akan langsung terarah ke seorang pemain yang mencetak tiga gol dalam sebuah pertandingan. Anda tidak sepenuhnya salah. Tapi untuk kali ini kita tak akan bicara tentang gol sama sekali.

Sejatinya diambil dari salah satu istilah populer dalam sepakbola, Hattrick kini seperti telah mempunyai definisi baru di dunia maya. Ia adalah web based online game terbesar dengan ide dasar manajemen klub sepakbola maya. Sepenuhnya maya, karena klub yang ditangani memang klub khayalan dengan pemain, stadion, staf dan tetek bengek lainnya yang serba khayalan juga.

Kalau Anda pernah memainkan Championship Manager (CM) yang legendaris itu di PC Anda, maka HT (demikian Hattrick biasa disingkat), sesungguhnya tak terlalu berbeda. Bedanya adalah bahwa tidak ada Ronaldo, Juventus atau Alex Ferguson di sana. Yang ada adalah pemain-pemain 'buatan' dan 'manajer-manajer' sejawat Anda yang seperti Anda, bermain di PC rumah, kantor atau di warnet-warnet. Dan yang paling prinsip adalah bahwa HT ini bersifat real time. Artinya, satu hari di sana adalah sama dengan satu hari real life. Kalau dijadwalkan tim kita bertanding dengan 'Maung Bandung FC', rival abadi tim kita, pada pertandingan Indonesia Cup besok Rabu jam 1 siang, ya memang besok Rabu jam 1 siang kita bisa 'menyaksikan' pertandingan itu. Minute by minute. Secara teks, bukan grafis.

HT


Game ini sangat adiktif bagi para penggemar online strategy game. Minggu lalu HT semakin menabalkan diri sebagai yang terbaik (baca: terpopuler) setelah jumlah world wide user-nya mencapai angka 600 ribu! Di Indonesia sendiri, jumlah pemain HT belum mencapai 2000 orang, namun angka ini terus bertambah. Sekedar info, kalau aku login pada jam-jam sibuk HT (sekitar jam 9-10 malam WIB alias sore hari di Eropa dan pagi hari di Amerika), jumlah pengguna HT lain yang juga online rata-rata sekitar 35 ribuan. Karenanya, server game ini di Swedia sana - negeri asal game ini - sampai harus lebih dari 20 unit.

Oya, game ini gratis! Anda bisa menjadi seorang 'HT-Supporter' dengan membayar sejumlah uang untuk mendapatkan feature-feature tambahan (misalnya statistik pertandingan yang lebih lengkap, dsb). Namun tanpa itu, Anda tetap bisa menikmati HT.

Apakah seseorang harus menghabiskan waktu berjam-jam tiap hari untuk bisa 'jago' di game ini? Apakah setiap ada pertandingan ia harus online mantengin komputernya? Tidak! Dengan login dua kali seminggu, masing-masing setengah jam saja, Anda sudah bisa menjalankan klub Anda dengan baik. Tapi seorang HT mania tak akan sanggup lama-lama offline. Meskipun ia tahu tidak ada update apa-apa hari Selasa jam 4 sore, misalnya, bila ada koneksi internet, ia akan tetap login mungkin untuk melihat-lihat taktik apa yang dipakai calon lawannya di liga minggu ini pada pertandingan sebelumnya. Bisa juga ia hanya sekedar masuk ke 'Conference' dan berbincang dengan para manajer lain dari seantero jagat. Tentang strategi tim, jual beli pemain bahkan tentang Miss Universe dan hal-hal di luar HT lainnya.

Ya, HT juga telah menjadi komunitas. Di Indonesia telah beberapa kali diadakan kopi darat (kopdar) para user, di antaranya di Jakarta, Bandung dan Medan. Aku sih malah belum pernah ikut, hehe3 (sorry guys... yang 2 minggu lagi di Plaza Semanggi kayaknya nggak bisa ikut juga). Aku juga aktif di tim penerjemah HT untuk Indonesia. Kami punya milis tersendiri. Tentu saja kami melakukannya secara sukarela, murni karena menyenangi game ini. Tak lama lagi HT bisa lebih mudah dipahami user-nya di sini setelah semua peraturan dan pada akhirnya tampilannya bisa disajikan dalam Bahasa Indonesia.

Sebagai pemain yang masih termasuk baru (masih bayi nih, baru jalan 10 bulan), aku menemukan keasyikan tersendiri di sini. HT bisa menjadi hiburan dari kejenuhan kerja dan teman di saat sepi jauh dari keluarga. Aku juga mendaftar dan memainkan game-game online sejenis (yang rata-rata terinspirasi HT dan ingin mengikuti kesuksesannya), namun sejauh ini HT tetap yang paling matang dan sempurna. Bottom line is: I enjoy this game (have been improving my English here as well)! Mengutip ucapan seorang teman engineer dari Malaysia setelah 'kutulari' demam HT: I'm now a full time fantasy football manager. Engineer is just my part time job :)
Buat Anda penggila game strategi: awas, kalau Anda sudah terjerat HT, bakalan susah lho melepaskan diri. Jadi sebaiknya Anda berpikir dua kali sebelum klik di sini untuk mendaftar...

Misscall SBY Ah...

Geli juga melihat berita di TV dan koran tadi pagi tentang nomer ponsel 'pengaduan' yang disediakan Presiden untuk umum baru-baru ini. Kabarnya karena inbox-nya penuh dengan cepat, pesan baru tak bisa masuk. SBY segera menginstruksikan untuk menambah lima buah 'line' lagi agar hal ini tak terulang.

Kira-kira menyelesaikan masalah nggak ya? Kok ya naif banget, dulu nggak memperhitungkan aspek 'keisengan' dalam pertimbangan efektivitas layanan ini? Bisa saja kan SMS yang masuk cuma berisi hal-hal nggak penting? Dari sekian juta pengguna ponsel kan banyak tuh yang jarinya sering gatel bukan karena jamur?

"Salam manis buat Pak SBY," atau "Halo, SBY lagi di mana nich?" atau mungkin yang terkesan lebih serius namun tak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya (baca: bukan iseng lagi, tapi sudah berniat mengacau, memfitnah, dsb), atau... Apa lagi ya? Tau ah, males nulis lagi. Mau miskol Sang Presiden Era Seluler dulu...

Wednesday, June 01, 2005

Bebas Tembakau

Lho, jadi kemarin itu Hari Bebas Tembakau Dunia (World No Tobacco Day)? Kok aku nggak tau ya? Kayaknya perlu lebih sering ngikutin berita nih biar nggak kuper gini.

Yup, hari dimana semua orang diharapkan menikmati 24 jam tanpa asap rokok itu memang jatuh pada 31 Mei. For some reason. Aku perlu ngecek beberapa referensi untuk tahu mengapa tanggal itu yang dipilih. Until then, aku ingin merenung sejenak, mengapa bahkan momen seperti itu perlu diadakan in the first place.

Ada orang hobi makan es krim, ada yang doyan jeroan, ada juga yang ketagihan minum bir. Dan jelas, banyak sekali yang nggak bisa lepas dari rokok. Masing-masing kegemaran itu punya bahaya laten bila dituruti terlalu sering (well, kata 'terlalu' sendiri emang nggak pernah baik efeknya), tapi rokoklah yang sepertinya paling luas dan parah efek merusaknya. Mengapa? Karena rokok menyebarkan asapnya (baca: bahayanya) hampir setiap saat, di semua tempat, tak peduli kepada siapa.

Dengan segala potensi bahaya yang dikandungnya (begitu banyaknya zat kimia dalam rokok, bila hendak ditulis semua di kemasannya, mungkin nggak bakal ada tempat lagi buat menaruh merk rokok itu sendiri di sana), aku benar-benar nggak habis pikir mengapa begitu banyak orang bisa menggemarinya. Kok tega-teganya seseorang dengan sadar menggerogoti kesehatan tubuhnya sendiri - dan pada gilirannya kesehatan orang-orang di sekitarnya: keluarga - yang katanya dicintainya?

Image hosted by Photobucket.com


"Ok deh, kalo gitu gue nggak akan ngerokok kalo istri atau anak gue lagi ama gue. Kalopun ada apa-apa, biar gue sendiri yang tanggung akibatnya." Hanya orang bodoh yang berpikir ini menyelesaikan masalah. Menanggung secara fisik mungkin iya, tapi apakah kalau seorang bapak sakit dibantai rokok, istri dan anaknya tak akan menanggung akibat lainnya? Anggaran bulanannya untuk rokok saja mungkin sudah cukup besar bila selama ini ditabung, bukan 'dibakarnya'.

"Ok deh, gue nggak bakal ngerokok di tempat umum atau ruangan ber-AC." Yang berfilosofi 'tidak merugikan orang lain' ini memang lebih baik daripada orang-orang tak beradab yang merokok anywhere they want to. Tapi apakah dengan tidak merugikan orang lain, kita jadi punya hak untuk merugikan diri sendiri? Atau apakah mereka berpikir bahwa kenikmatan setiap batang rokok yang mereka hisap sebanding dengan harga yang mereka bayar, and above all, kerugian fisik yang akan mereka tanggung?

Setiap manusia dibekali hati dan akal. Namun sedikit sekali yang bisa menggunakan dan mesinergikannya dengan benar. Seorang perokok jelas tidak termasuk yang sedikit itu.

Friday, May 27, 2005

Mahalnya Menikah

Seorang teman berkomentar setelah menghadiri acara resepsi perkawinanku dua minggu lalu. Kalimatnya kurang lebih:

"Wah, kalau di Jakarta, dengan duit 50 juta, belum bisa nih ngadain yang model begitu."

Aku menyimpulkan bahwa mungkin dia memperkirakan acaraku kemarin memerlukan biaya tak jauh dari 50 juta karena 'cuma' diadakan di Jogja. Berapa ya, 40 juta? Jauh, Mbak. Bahkan 30 juta pun masih sisa banyak kalaupun acara akad nikah di rumah sampai semua barang tetek bengek (baca: biaya total dari kedua pihak/keluarga) sudah termasuk dalam perhitungan. Bukan angkanya yang kubahas di sini, tapi keberanian untuk melangsungkan pernikahan dengan apa yang seseorang miliki.

Banyak orang, termasuk temanku itu, terjebak pada ketakutan akan budget yang membengkak - yang pada gilirannya menjadi salah satu alasan populer menunda pernikahan - untuk merayakan pernikahan. Sekali lagi: merayakan. Coba kita pikirkan, dasar ketakutan sendiri itu pun sudah salah kaprah. Perayaan, yang biasanya berupa resepsi berisi acara jamuan bagi keluarga besar dan para tamu undangan, sungguh bukan hal yang utama dalam prosesi pernikahan. Orang sering lupa bahwa mulai berumah tangga sampai sepanjang sisa hiduplah yang jauh lebih penting untuk dipikirkan kedua mempelai daripada 'gebyar pesta' yang hanya beberapa jam (atau mungkin hari).

Artinya, pesta itu sendiri seharusnya disesuaikan kemampuan. Istriku selalu bilang: "Acaralah yang menyesuaikan anggaran, jangan anggaran yang menyesuaikan acara". Aku sih setuju banget. Terserah apa kata kebanyakan orang yang cenderung suka dengan yang 'wah'. Seminggu dua minggu kemudian mereka juga bakal lupa.

Kalaupun memang perlu kepanitiaan berikut schedule yang rapi dan terorganisir dengan segala konsekuensi biayanya, paling tidak kita musti memegang prinsip bahwa 'first thing first', mana even yang wajib (dalam hal ini secara hukum agama & negara), mana yang tentatif dan mana yang kurang perlu - karena seringkali justru di bagian 'kurang perlu' ini dana, tenaga, pikiran dan waktu paling banyak terkuras.

Kami jelas berbahagia mendengar komentar saudara dan rekan-rekan yang puas akan kemeriahan resepsi waktu itu (bahkan ada yang hanya dengan melihat
foto-fotonya saja, berkesimpulan acaranya meriah sekali). Meski begitu, seandainya kami tidak mengadakan pesta sama sekali pun, kebahagiaan menikah bagi kami tetap sama.

Akhirnya, terima kasih untuk para panitia: ummm... eh, gak ada panitia dhing, hahaha... Wong ya cuman kami berdua dan ortu yang menyiapkan semuanya. Alhamdulilah, Allah melancarkan semuanya.



p.s. Senang juga ada lebih dari satu orang (biasanya cuman istriku) yang bilang aku ganteng (hoekkk... padahal selama ini dia menghibur doang). Kalo yang bilang istriku cantik sih dari dulu juga buanyak. Harus kuakui periasnya jago. Benar-benar serasa jadi raja & ratu sehari, seperti yang dikatakan banyak orang tentang pernikahan. Semoga awal yang indah itu menjadi inspirasi bagi perjalanan yang lebih indah lagi ke depan...

Friday, May 06, 2005

Pesta Bujang

Kok aku merasa ada perasaan 'unik' ya tadi malam. Teman-teman kos merampokku minta ditraktir - luckily, only a few of them, he3 - dengan alasan yang jelas dibuat-buat: kan ini malam terakhir Bondan sebagai bujangan di kos, harus 'dirayainlah'. Yah, memang sih. Malam ini aku dah balik ke Jogja, cuti 2 minggu untuk pernikahan and stuff. So?

Dua minggu lagi aku bakal balik ke sini lagi dengan 'status' baru. Sayangnya, masih sendiri :-( Well, menunggu beberapa bulan lagi sampai dia selesai koas untuk kemudian memboyongnya ke Jakarta nampaknya nggak berat-berat amat sih meskipun beberapa teman menggodaku bahwa aku akan benar-benar menderita 4-5 bulan ke depan. We'll see about that later. Tapi tetap saja, menderita atau tidak, aku nggak punya pilihan lain. Dan ini sudah kami sadari jauh-jauh hari sebelumnya. Di awal-awal pernikahan aku bakal jadi biweekly - kadang mungkin weekly - husband.

Kembali ke rasa 'unik' tadi. Kenapa ya? Unexplainable. Gimana ya sekembaliku nanti ke sini (ke Jakarta, ke lingkungan kantor dan kos), apa aku akan berubah? Apa aku seharusnya berubah? Apa aku otomatis akan berubah?

Ah, yang jelas aku excited banget dan yakin 100% bahwa ini adalah awal dari episode hidup yang lebih lengkap, berwarna dan semoga: bahagia.

Thursday, April 14, 2005

IPK

Aku benar-benar nggak tahan untuk tidak menceritakan ini. So, here it goes...

Seorang teman kos, sebut saja Bunga - jangan harap setelah ini ada adegan perkosaan lho, he3 - melihat sepintas curriculum vitae-ku dan kemudian berkomentar tentang IPK yang tercantum di sana. Isi komentarnya sendiri, memuji atau mengejek, nggak perlu kucantumkan di sini ;-p Dia lalu bertanya,

"IP pas awal-awal kuliah gimana, Mas?"

"Ya justru di semester-semester awal aku menabung nilai sehingga IPK akhir bisa lumayan. Sejak semester lima sampai akhir aku lebih banyak maen sih."

Dengan lugu dia menyambut dengan pertanyaan susulan,

"Lho, emangnya IPK itu dihitung sejak semester 1 sampai akhir ya?"

"Nah lo, jadi selama ini kamu pikir IPK itu apa?"

"Yaaa, takpikir sih IP yang dicantumin di CV untuk nyari kerja itu cuman IP semester-semester akhir aja, tahun terakhirlah..."

"Ya enggak dong. Namanya aja kumulatif, ya semua nilai dijumlahkan terus dibagi jumlah SKS total," aku menerangkan masih dengan mimik terbengong-bengong.

"Wah, gimana dong kalau gitu. Selama ini aku nyantai-nyantai aja, kirain IP semester-semester awal gak diperhitungkan," semburnya lagi tanpa beban.

Aku tambah bengong lagi. Nggak percaya bahwa keonengan ini terjadi pada seorang mahasiswi semester empat sebuah PTN ternama di Salemba...

Tuesday, April 12, 2005

Bowling

Ketika akhir pekan lalu ada ajakan main bowling dari teman kantorku, yang terlintas di benakku cuman "Ngapain sih pakai acara bowling segala, apa nggak ada olahraga lain? Mana aku belum pernah lagi - boro2 main, nyentuh bolanya aja belum. Bakalan malu2in nih nanti... Ah, tapi what the heck-lah, harus docoba nih - mumpung dibayarin ;-p. Biar gak gagap pergaulan banget, he3..."

Dan... kami pun berangkat sepulang kerja Jumat lalu. Itu tuh di belakang 21 Plaza Senayan. Total ada 12 orang. Dan ternyata hanya 3 orang saja yang pernah atau rutin main. Sementara yang lain masih debutan juga. Guess what, termasuk yang ngajak juga! Ahh, lega deh, banyak temennya. Mau kalah telak pun nggak apa-apa, asal nggak jatuh atau keseleo - seperti seorang mbak-mbak berjilbab yang menangis dengan tangan kanan diluruskan saat didorong di atas kursi beroda oleh teman-temannya (yang beberapa di antaranya sibuk menelpon) bersama para petugas bowling alley itu. Mungkin dia terjatuh atau salah lempar sampai ada yang salah dengan persendian bahunya... Cleguk, I didn't know this relatively 'sissy' sport can be so dangerous too...


Me and my office mates after the game


And I found that, yes, I suck at bowling. Di antara para newbie lain pun aku termasuk 3-4 orang yang paling jeblok skornya - skor yang sampai selesai main pun masih membingungkanku bagaimana sih sebenarnya cara ngitungnya. It was fun (mainly the teasing and screaming part ;-p), but I know that basketball or futsal court are still places with a whole lot more fun for me. Especially when I found out how much money my friend had to pay that night (2 rounds of game plus shoes rent plus drinks for 12 people...). Pffhh, I was glad it wasn't me who had to spend so much cash just to throw some hard heavy balls...

Monday, March 28, 2005

Ternyata...

Aku melihat beberapa pasangan tampil mesra di suasana yang temaram. Ditambah alunan musik pengiring yang romantis dengan vokal manis seorang biduanita, aku pikir iklan ini bakal mempromosikan jewellery, furnitur, pakaian/butik mewah, hotel atau mungkin juga rokok.

Sampai di penghujung iklan... Oalah... Ternyata iklan Irex Max tho... Pakai slogan 'celebration of love' lagi. Wuih, iklan 'obat kuat' yang biasanya agak-agak vulgar - dengan bumbu wanita cantik yang nyaris berbusana (baca: berbusana seksi) dan pria-pria ber-gesture 'khas' - kali ini dikemas dengan sentuhan berkesan eksklusif.

Satu hal yang menurutku paling menarik adalah 'usaha keras' si pembuat iklan untuk menyampaikan pesan bertema 'seks bertanggung jawab' atau seks yang sesuai norma (agama, susila, hukum, dsb) kepada para pemirsa yang notabene menganut paham 'ketimuran' seperti kita. Caranya? Lihat saja jari manis tangan kanan para aktor dan aktris di iklan itu yang dihiasi cincin - which supposed to be wedding rings, of course. Masalah itu cincin kawin 'di antara mereka' atau bukan, itu perkara lain... Hehehe...

Tuesday, March 15, 2005

Tidak Ada Perundingan

Kita memang bodoh dalam urusan pemanfaatan sumber daya alam secara optimal. Kita memang koruptor dalam hampir segala hal. Tapi kita tidak menjajah negara lain, mencaplok teritori bangsa lain atau menjarah kekayaan negeri tetangga. Untuk hal-hal terakhir ini, justru kitalah yang sering jadi korban.

Apakah karena pohon mangga di halaman tetangga kita tidak terawat degan baik, lantas kita boleh memupuk dan memeliharanya untuk kemudian mengambil buahnya dan pada akhirnya memiliki pohon mangga itu? Berikut petak tanah di mana pohon itu tumbuh?

Malaysia coba melakukannya. Lagi. Tapi, sudah. Lupakan yang lalu-lalu. Lihatlah saja yang sekarang: Ambalat.

Aku selalu menaruh hormat pada mereka karena kemajuan yang begitu pesat di sana. They grow up fast. Ekonominya, pendidikannya, teknologinya, industrinya, wisatanya. Tapi yang jelas bukan mentalitasnya. Itu yang membuat hormatku meleleh.

Setelah beribu kasus TKI yang diperlakukan semena-mena di sana, mereka 'iseng' lagi mencuri-curi kesempatan untuk mencuri-curi. Bukan masalah seberapa banyak minyak atau gas di sana, atau sebagus apa potensi wisatanya, or how much bloody fish live there, tapi ini masalah kedaulatan. Anda tidak berhak mengeksplorasi wilayah orang lain tanpa izin, apalagi mencoba mengambil wilayah itu. That's it.

Mereka selalu bilang bahwa kita bersahabat, saudara, whatever. Tapi itu kalau sedang di depan kita saja. Di belakang mereka mengintip-intip kesempatan untuk mencuri, menyiksa para pekerja kita, mempekerjakan 'TKI ilegal' untuk kemudian tidak membayarkan gajinya, lalu menangkapinya dan mencambukinya seperti binatang. Ketika kebun-kebun sawitnya sudah hampir siap panen, kembali mereka bilang kita saudara, bahwa mereka memerlukan TKI untuk segera kembali. Kembali ke tempat mereka diperlakukan tidak manusiawi dan dibayar sedikit di atas upah budak?

Karena kita 'bersahabat baik', mari kita rundingkan masalah Ambalat dengan baik-baik pula. Apa yang harus dirundingkan, sahabatku? Seorang pencuri tertangkap ketika hendak mengambil sepeda motor di kampungku beberapa waktu lalu. Mereka tidak mengajaknya untuk berunding membahas apakah si pencuri boleh pergi atau harus minta maaf dulu atau malah boleh pergi dengan membawa sebuah ban dari motor yang hendak dicurinya. Tidak ada perundingan, sahabatku. Yang salah harus dihukum.

Sekarang katakan padaku, sekali lagi, apa yang hendak kita rundingkan?
Oh, and it's Indonesia, you b**tards, not 'Indon'!

(Sama seperti GAM. Bagaimana mungkin kita berunding dengan pemberontak? Di ujung dunia pula, berdingin-dingin di negeri seorang pemrakarsa yang entah seorang filantropis sejati atau pencari kesempatan, perhatian dan hadiah Nobel kelas wahid. Apa yang harus dirundingkan, saudaraku? Letakkan senjatamu dan berhentilah merajuk seperti anak serakah. Lihatlah saudara yang lain. Mereka setia. Bahwa merdeka adalah merdeka sebagai bangsa Indonesia, bukan sendiri-sendiri. Saudaraku, engkau seperti Malaysia. Serakah. Aku benar-benar takjub melihat kebandelanmu selepas peringatan dahsyat yang terjadi belum lama ini.)

Tuesday, March 08, 2005

Kaos, Pilihan, Capek

Cool T-shirt. Yep, kaos Blogfam hadiah favorit lomba FF-cerpen bulan lalu akhirnya kuambil juga. Begitu kupamerin di depan beberapa temen kos, mereka langsung naksir dan memintanya. Weitss, ini bukan sembarang kaos. So, sorry girls, I'm gonna keep this one for myself.
Pencarian rumah tempat mengambil hadiah itu sendiri sungguh melelahkan. Jalan Surabaya 15. Tempat 'praktek' dari salah seorang dedengkot Blogfam ini - yang entah kenapa hanya beliau kunjungi kadang2 - terletak jauh sekali dari kosku. Sekitar 400 meter. Hwahwahaha.. Ya. Cuman 11 menit saja jalan kaki di siang yang redup tadi. Tapi dasar badan lagi agak sakit, segitu juga terasa jauh.

Hari ini memang aku gak ngantor - dengan alasan sakit tentunya - demi acara ngambil kaos. Hwahwahaha (lagi). Of course not. Di samping memang benar, aku lagi nggak enak badan, ada undangan untuk sekedar see my chances elsewhere. Yes, interview gitu deh. Tepat seminggu setelah sebelumnya ada interview di tempat lain lagi. Nah, kalo yang ini beneran jauh. Citos aja masih sonoan dikit :-( Pulang kos, demam lagi deh badan. Tapi demi menghormati undangan dan siapa tahu peluang di sana memang bagus, sakit sedikit no problemo-lah.
Di perjalanan pulang si interviewer minggu lalu ternyata nelpon. Wah, pilihan lain. Yang jelas dia udah mengajukan tawarannya beberapa hari lalu dan dengan terpaksa belum bisa kuterima. Dengan sedikit menaikkan tawaran, hari ini dia menjanjikan abroad training dan beberapa angin surga lainnya. Standarlah. Di perusahaan yang sekarang mereka juga pernah berjanji serupa. Tapi nggak ada tanda-tanda mau ditepati tuh. I'm tired of promises. Just show me the money and I'll be a good boy (kedengarannya matre banget yah, tapi mau gimana, kalau terlalu terpesona dengan janji-janji, biasanya cuma kecewa sih).
So, kayaknya mereka harus mencari kandidat lain. I guess I'll just stick around here for a while - kecuali orang Belanda yang siang tadi has something very tempting for me. Let's see what the meneer's got next week.

Pilihan. Kita memang selalu dihadapkan padanya. The art is deciding which one is the best. Seperti saat ini. Sudah hampir jam 9 malam dan badanku makin nggak enak saja. Nggregesi, kalo orang Perancis bilang, eh, salah ya, he3. Pilihan terbaikku kayaknya pergi ke apotek beli obat flu terus pulang and have a good rest. I hope.

p.s. Happy birthday to my li'l bro. See you in Jogja this weekend...

Monday, February 21, 2005

Favorit

Satu hal yang bisa seorang penulis merasa puas adalah ketika karyanya mendapatkan apresiasi dari para pembacanya. Tanggapan pembaca, bagaimanapun nadanya, positif, netral atau negatif, tetap membuktikan adanya perhatian pada karya seorang penulis. Lengkaplah kepuasan itu bila tanggapan yang datang menunjukkan penghargaan dan rasa senang.

Hari ini aku mendapatkan kehormatan itu. Salah satu naskah (dari dua...) flash fiction yang aku ikutkan pada 'Lomba Cerpen ala Blogfam 2005' mendapatkan stempel 'favorit' dari para blogger (well, 'para blogger' memang terkesan 'banyak orang', padahal kenyataannya cuma 'beberapa', lol). Puas, karena ternyata di 'bidang' ini (baca: menulis fiksi) aku juga punya sesuatu yang kalau dikembangkan mungkin bisa menjadi prestasi yang lebih baik di masa datang. Well everyone, since apparently my 'fiction skill' doesn't really suck, I've decided to write fictions again. Someday. Eventually. When I have the mood. Lol.

Thanks to Blogger Family. I WILL wear that prize shirt. Proudly. Should I win one of the prize books, I WILL read it. Again, proudly.

Monday, January 31, 2005

Blogger Family

Kulonuwun...

Yups, hari ini aku dah masuk komunitas Blogger Family (thanks to Linda, temen sepejuangan di kampus dulu yang sampai sekarang belum terlacak juga alamat blog-nya....). BlogFam itu lho, yang logonya langsung mejeng di deket that 'I Power Blogger' thingie. Kayaknya people di sana bakalan helpful banget bagiku untuk mempelajari seni per-blog-an ini. Sekalian nambah pengetahuanku di dunia maya di samping membangkitkan lagi mood menulis yang udah mulai menendang-nendang ini :-p

Hmm, as long as this 'utak-atik blog' activity tidak akan justru mengalihkan perhatianku dari keinginan menulis, which is actually the main reason I put up my blog in the first place.

So, here I am joining another community. Ah, new friends... What a blessing!

Saturday, January 29, 2005

Ganti browser?

    Saatnya meninggalkan IE?Mungkin sebagian besar dari kita sudah sangat terbiasa menggunakan IE untuk berselancar di dunia maya (after all, we all love the internet, don't we? :-p). Like I promised di posting-ku sebelumnya, ini kusertakan beberapa link yang sangat berguna bagi yang peduli dengan keamanan berinternet (bagi yang selalu online di warnet, mungkin belum terlalu butuh kali ya, hehehe...).

    • Beberapa isu keamanan penggunaan IE, cara-cara memakai HOSTS file (pernah denger belom?) untuk melindungi komputer kita juga tips-tips menarik lain bisa disimak di sini .
    • Untuk yang masih ingin tetep setia dengan IE, coba deh cek dan lindungi PC kamu dengan software anti-spyware yang bonafid (ati-ati, banyak juga yang justru menggerogoti PC kita...). What I recommend is: Microsoft AntiSpyware Beta (silakan klik di sini untuk men-download-nya. Hey, it's free anyway!)
    • Nah, kalo emang sudah ingin berpindah ke lain hati, coba aja pakai Firefox (download di sini ya - Gratis juga!). Skin-nya bisa diganti-ganti lho, nih salah satu contohnya:

    Ini tampilan Firefox di kompie-ku (Win XP). Way, way cooler than IE..
    .


    Some of you maybe wondering, emangnya blogger ini 'kaki tangannya' marketing Mozilla ya, kok kayaknya getol banget promosiin Firefox. Well, guys, I'm NOT! Aku hanya merasa labih aman dan enjoy (lebih cepat browsing juga! Apalagi dari kantorku yang hanya pake 128 Mbps untuk 120-an PC, hix hix - atau 256 ya? Lupa ah. Lagian sama aja, masih inadequate... ) dan pengen share ke banyak orang.

    Melihat tampilan kompie-ku di atas, ada juga terselip promosi
    Hattrick. Bagi penggemar game strategi (khususnya yang bertemakan manajer sepakbola), this is absolutely the best online game ever! Championship Manager yang legendaris itu? Lewat coy! At least in my opinion, this is a lot better and challenging. This one has really made me addicted. Di lain posting, aku akan cerita tentang yang satu itu.

    Okay, I guess it's enough cr*p from me today. Dan, ummm.. is it the right time for me to join some blogger commnity now? I've got 3 postings already here :D I think I'm joining...

    Friday, January 28, 2005

    Hmmm...

    Akhirnya. Setelah sekian kali mencoba meng-update profil blogger-ku, aku sukses juga. Still, I can't figure it out though. That bloody 'save profile' button never appears when I access my profile with the office PC. Di warnet 'lemot' ini, however, tombol misterius itu malah muncul - dan membuatku nulis lagi, meskipun sedikit (paling nggak jauh lebih panjang daripada that pathetic preamble I made for my blog, wekeke..).

    Beberapa petujuk di FAQ-nya Blogspot dah kubaca2, but still, di situ gak ngebahas this specific problem. Mereka hanya bilang pemakain browser selain IE memang menyebabkan beberapa tombol di situs ini tidak akan tampil. I think they mention some MacOS based browsers or Safari or Netscape. I don't really believe that anyway. I use Firefox - and of course used IE before (btw, it's time to change, everyone! IE is way too vulnerable in this spyware era...) and that button just doesn't exist there.

    Huh, situs-situs yang masih mengutamakan tampilannya optimal hanya untuk IE kayaknya kudu denger wake up call ini: pengguna browser selain IE terus bertambah dan mereka sebaiknya membuat web mereka compatible dengan 'barang-barang baru' ini. I mean, c'mon, IE will install those malicious wares without you realizing it and then... before you know it, your PC will be infected (ciri-cirinya sering muncul pop-up iklan ketika membuka internet, beberapa - kadang-kadang a whole lot of them - desktop shotcut menuju situs-situs tertentu dan adanya tambahan toolbar-toolbar di IE - jg Windows Explorer, Outlook, cs. macam Hotbar, WebSearch dan sejenisnya). Mungkin lain kali aku posting situs yang membahas hal ini (lupa nama situsnya, aku keep di bookmark kompie kantor sih).

    Anyway, here I go dengan sedikit perubahan pada profil (sekarang baru lumayan ;-p). Pelan-pelan aku mencoba lebih familiar with this blogging stuffs and hopefully, of course, bisa lebih aktif lagi menulis. Membangkitkan lagi hobi lamaku yang semakin terlupakan...

    Saturday, January 08, 2005

    First Try

    Blog.

    Sebuah kata yang beberapa bulan terakhir sering aku dengar dan baca. Apaan sih itu? Kenapa aku lihat ada orang yang punya website dengan alamat www.***.blogspot.com atau www.***blogdrive.com dan semacamnya ya? Hmmpff, ternyata di balik hobi browsing dan kutak-katik komputer-ku, masih banyak aspek gaptek yang aku punya ;-p

    Dan akhirnya aku 'menyempatkan diri' untuk cari-cari info tentang si 'blog' yang misterius ini dan menemukannya. Untuk kemudian mencobanya. Hari ini. Ya, hari ini adalah percobaan pertamaku menggunakan fasilitas internet bernama blog ini.

    Karenanya, kuberi judul tulisan pembuka yang sangat pendek ini: First Try.

    Bondan, Januari 2005