Wednesday, July 27, 2005

Home Bitter Home

Jika Anda tinggal di Jakarta, melihat foto di bawah seharusnya tidak akan membuat Anda berpikir tentang seorang bapak yang sedang bermain dengan anaknya. Atau seorang tukang sampah yang sedang iseng mengajak anaknya menemaninya bekerja. Anda pasti tahu bahwa ia tidak sedang menarik mainan atau perangkat kerja. Dia sedang menarik rumahnya.

Image hosted by Photobucket.com


Cerita tentang keluarga gelandangan-pemulung model begini sudah sering kita dengar. Dan sekali lagi, bagi yang tinggal di Jakarta, kita juga sudah kerap melihatnya. Believe it or not, dalam perjalanan saya dari tempat kos ke kantor tiap hari (jalan kaki sekitar 350 meter) saya melihat dua 'keluarga gerobak' semacam ini. Kadang tiga, kadang cuma satu, tentu saja tak pasti karena mereka memang nomaden.

Apakah tempat kos dan kantor saya berdekatan dengan semacam tempat pembuangan sampah? Tidak sama sekali. Ini Cikini, Menteng. Daerah yang sering disebut kawasan elit di Jakarta (meskipun sekarang sudah tergeser Pondok Indah dan sebagainya). Kata kawan saya, Menteng adalah tempat tinggal 'orang kaya lama'. Yang saya lihat sekarang, Menteng juga tempat tinggal orang miskin baru.

Satu setengah tahun yang lalu, waktu pertama kali merantau di Jakarta, saya belum melihat mereka di sini. Is it just me or their population does actually grow bigger and bigger? I'm sure it's not just me.

Sewaktu saya masih dalam 'masa pencarian', kawan saya yang sama pernah bilang,

"Ndan, di Jakarta kamu bakal melihat kesenjangan yang benar-benar menganga di depan matamu. Bener-benar telak." Dia mengatakan itu menjelang lampu merah di mana saya melihat beberapa orang kurus kering yang kumal tergolek di trotoar sementara mobil-mobil mewah terbaru yang tak pernah saya lihat di kota asal saya berseliweran di dekatnya. Saya segera paham maksud ucapannya.

Itu hanya sebuah contoh. Setelah saya perhatikan, ternyata banyak rumah di sekitar tempat kos saya yang ternyata tidak berpenghuni. Rumah-rumah itu sejatinya bagus - mungkin memang milik orang kaya lama, tapi jadi suram dan seram karena tidak dirawat. Rumah di depan tempat kos saya bahkan berukuran sangat besar, luas tanahnya jelas di atas 1000 m2 (merinding juga membayangkan harganya karena konon tanah di sini sudah mencapai Rp 5 juta/m2). Kabarnya dilengkapi kolam renang segala. Siapa yang tinggal di sana? Bukan pemiliknya, melainkan beberapa orang yang diupah untuk menjaganya.

Saya tidak mengusulkan agar para 'keluarga gerobak' ditampung di rumah-rumah kosong itu. Tapi betapa sayangnya aset-aset itu dibiarkan terlantar begitu saja. Andai digunakan untuk usaha atau disewakan, misalnya, tentu akan lebih bermanfaat. Bagi pemiliknya dan orang lain.

Home bitter home. Not really though, coz both the carts and the empty houses can not even called 'home'.

5 comments:

eloque said...

Home is where the heart is, mas Bondie dear.. Kalo langsung nuduh bahwa gerobak itu bukan "rumah" buat mereka, rasanya judgemental deh. Well, gerobaknya mungkin memang bukan, tapi "keluarga"-nya kan iya..

Kenapa mereka engga pulang kampung aja sih? Tentunya masih banyak yg bisa dilakukan di kampung halaman ya.

Ah tau deh. Kalo berpikir seolah2 mereka adalah "korban" semata, aku engga setuju juga. Mungkin kondisi ini kesalahan semua pihak, dan termasuk kesalahan mereka juga, coz afterall it's their lives. Kita pengen membantu, tapi merekanya juga jangan cuma mengharapkan bantuan dong.

Ah tau deh.
Tengkyu, Mas, 4 smth to ponder today..

Anonymous said...

salam kenal. memang hidup di jakarta itu kita jadi serba salah. mau nggak nolong rasanya hati ini diiris-iris, mau nolong juga toh nggak semua bakal terbantu.

jadi aku kadang ya membatasi aja, menolong sebisanya gitu. sisanya, yah, hopefully they can help themselves ato orang lain ada yang nolong....

Irfan said...

Dulu yang anaknya meninggal terus dibawa masuk KRL, tinggalnya di Cikini juga kan?

Daerah2 situ emang mengenaskan, kayaknya byk "nomaden" tinggal disitu coz kebetulan deket rel kereta dan deket elevated railway yg nyaman dipakai untuk lokasi 'rumah sederhana' mereka
(duh istilah indo nya yg bener apa ya?)

Irfan said...

oya aku lupa bilang, Ndan.

Cek my blog deh, i've got something for you :p

Anonymous said...

Thanks for the excellent Blog site you've provided.
What Everybody Should Know ...
Information About Luxury Car.
Answers Regarding Luxury Car