Thursday, February 26, 2009

Aurat Kasih

Saat istriku bilang aku pasti bakal suka banget iklan TV yang satu ini, dia membuatku penasaran. Lebih spesifik, ia menjamin aku nggak akan bosen melihat bagian ending-nya. Emangnya kenapa sih, istimewanya di mana?

Ternyata yang dimaksud adalah iklan Frestea yang baru. Yang dibintangi Mbak yang ini:


Weleh, weleh, weleh...

Aku nggak mau komentar mendetail lebih lanjut. Perhatikan sendiri saja bagian akhir iklan saat adegan Si Mbak melenggang berpapasan dengan seorang pria sambil menenggak dagangannya. Ampun deh ;-)

Maklum, namanya juga Aura Kasih, aura(t)-nya dikasih-kasih unjuk, hihihi. Piss ah, Mbak Aura...

Tuesday, February 24, 2009

Oksimoron Investasi

Kamus online Merriam-Webster bilang, oxymoron artinya “a combination of contradictory or incongruous words (as cruel kindness) ; broadly : something (as a concept) that is made up of contradictory or incongruous elements”. Senada, Oxford Online mendefinisikannya sebagai “a figure of speech or expressed idea in which apparently contradictory terms appear in conjunction (e.g. bittersweet)”.

Dalam hal berinvestasi, kalau ada yang bertanya: ‘investasi jangka pendek’ itu oksimoron bukan? Apa jawaban Anda?

Saya sendiri akan menjawabnya tanpa ragu: itu oksimoron!

Mungkin saya terlalu kaku, namun saya melihat bahwa bermanuver finansial demi mengincar keuntungan jangka pendek lebih cocok disebut berspekulasi daripada berinvestasi. Kalaupun istilah ‘spekulasi’ terkesan terlalu negatif, yah, mungkin kata trading lebih mewakili.

Saya teringat bisik-bisik istri saya sekitar sebulan lalu yang entah mendapat wangsit dari mana meramalkan bahwa harga emas tahun ini akan mengangkasa sampai 800 ribu rupiah per gram. Beli saja sebanyak-banyaknya sekarang, kemudian nanti ketika harganya 800 ribu, kita jual lagi demi merealisasikan keuntungan yang sangat besar. ‘Ketika’? ‘Jika’ mungkin lebih pas. Di sinilah unsur spekulasi ini kental terasa.

Investasi, entah untuk dana pensiun, pendidikan anak, naik haji, keliling akhirat, eh dunia, beli rumah atau big purchases lainnya semestinya dijalankan dengan cermat dan berjangka panjang. Jika gain cepat yang menjadi target, ya berjualbelilah – atau berjudi (baca: berspekulasi).

Mendisiplinkan diri dengan menganut investment is for long term only membuat kita lebih teliti memilih berbagai produk keuangan, lebih tahan dan sabar diterpa badai krisis dan tidak mudah tergiur iming-iming kaya mendadak.

Oya, mumpung suasana politik sedang hangat-hangatnya, tak ada salahnya saya beri dua contoh oksimoron di sektor non-favorit saya itu: ‘caleg pro-rakyat’ dan ‘anggota dewan yang terhormat’. Bermimpilah, kawan :-)

Monday, February 09, 2009

Dua Setengah Jam di FES 2009

Hari Sabtu lalu kami sekeluarga menyempatkan diri mengunjungi Festival Ekonomi Syariah 2009 yang bertempat di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan. I know, from the title, it looked like a veeery boring weekend-quality-family time burner. Well, I wouldn’t say it was highly amusing, tapi setidaknya ada tambahan pengetahuan yang kami peroleh di sana.

Sempat ditodong juga untuk apply kartu kredit – bagiku istilah ini tetap pas meski Mbak Marketing-nya berkeras gak mau menyebutnya ‘kartu kredit’ – yang hari itu juga baru diluncurkan: BNI Hasanah Card. Ya wis, isi aja formulirnya biar dapat suvenir. Kalo beneran di-approve (apalagi kalau dikasih limit lebih tinggi), ya tinggal BNI Card lamaku dimuseumkan :-)

Perbedaannya dengan kartu kredit konvensional mudah ditebak: jangan ada riba di antara kita. Di sini penundaan pembayaran melebihi tenggat akan dikenai ‘monthly membership fee’ yang besarnya berbanding lurus dengan nilai tunggakan (Horotoyoh, terus bedanya dengan bunga apa? Mbuh ra weruh, for the moment aku percaya dulu aja sama Dewan Pengawas Syariah atau whoever authorities yang memberi cap syariah pada produk ini).
Nina dan bundanya yang kuterlantarkan di Kids' Spot sementara aku berkeliaran dari stand ke stand
Konsekuensinya, bunga berbunga katanya tidak akan terjadi. Bottom line (lagi-lagi katanya): ‘kredit’ akan menjadi lebih murah dengan kartu ini – yang mana bagiku pribadi tidak akan memberikan manfaat signifikan mengingat sikap tegasku dalam penggunaan kartu plastik ajaib ini.

Jadi apakah aku terkena sharia sales gimmick? Kalaupun iya, yo ben, sing penting judule syariah dhisik, hihihi...

Informasi utama yang sebenarnya ingin kugali dari pameran ini adalah tentang investasi di BMT. Seorang teman lama (suwun untuk pencerahannya, Mbah Rist) sudah cukup lama merekomendasikan untuk memilih produk bagi hasil dari BMT-BMT karena langsung bergumul di sektor riil bersama pengusaha kecil dan mikro. Di saat krisis seperti ini bila kita bersama-sama menggerakkan perekonomian rakyat, teorinya bangsa ini akan bisa survive bahkan berkembang. Intinya adalah bagaimana duit itu bisa trickle-down lalu berputar sampai ke pengusaha akar rumput.

Bagi hasilnya bagus gak? Performanya beberapa tahun terakhir ini cukup menggiurkan: rata-rata di atas 12% per tahun – setelah pajak.

Keputusannya? Langsung menanam modal di sana? Belum. Lha wong menurut Mbak CS-nya minimum investasinya 50 jeti (link perusahaannya ada di sini – kebetulan foto mbak itu juga nampang di sana. Ada yang pengen tau nama dan nomer HP-nya? Kekeke...).

Karena dana segar sesegar itu belum ada, sementara ini tarik nafas dulu ah, sambil ancang-ancang membidik sukuk ritel dari pemerintah yang angka pembelian minimumnya lebih bersahabat. Namun untuk ke depannya, for sure, aku akan menjadikan BMT salah satu keranjang telur keluarga kami.