Monday, December 03, 2007

Uang Liburan

Kemarin aku ngobrol dengan seorang kawan lama yang sekarang bekerja di sebuah perusahaan asing. Daerah operasinya di Riau sana. Karena bidang kerja kami cukup serupa, pembicaraan kami tak terhindarkan dari yang namanya gaji :-)

Kawanku ini bilang bahwa di tempatnya bekerja ada komponen gaji yang namanya 'uang liburan ke Singapura'. Uang sebesar sekian ratus dolar Amerika per anggota keluarga karyawan ini dibagikan sekali setahun.

Ok, ok, sangat masuk akal jika kita meniliknya murni dari sisi jarak. Singapura memang jauh lebih dekat daripada Bali atau bahkan Jawa dari lokasi kerjanya sekarang ('jauh lebih dekat', hehehehe, I like that phrase). Namun, bagaimanapun, bukankah embel-embel 'ke Singapura' itu sedikit menyebalkan? Memuakkan, malah, bagiku.

Dalam prakteknya, tentu saja, karyawan boleh menggunakan uang itu untuk keperluan apa saja, di mana saja (belum dapat konfirmasi sih dari dia, tapi kalau wajib ke S'pore kok kayaknya keterlaluan). Hanya saja, pengistilahan 'ke Singapura' ini menegaskan bahwa jalan-jalan keluar negeri sudah sedemikian pentingnya. Penting bagi imej perusahaan ke karyawannya: terdengar elit & mentereng. Dan memang, bagi sebagian besar kita jalan-jalan ke luar negeri itu amat sangat mentereng.

Sungguh sayang ya, padahal sangat banyak tempat jalan-jalan di negeri sendiri yang jauuuuh lebih cantik daripada Singapura. Kalah keren mungkin ya: kongkow-kongkow di Danau Toba dibanding blanja-blanji di Orchard Road? Bagiku? Tidak sama sekali. Belum lagi kalau kita kemudian bicara tentang betapa lebih baik & bergunanya kalau the so called uang liburan ini masuk ke omset industri pariwisata negeri sendiri daripada mabur ke negeri seberang... Bla bla bla...

Sunday, December 02, 2007

Life in Remote Areas

Boss : "Kuamu itu lho, kalo malem ndak pernah nongkrong bareng temen-temen di ruang TV ato maen badminton. Ngendon melulu di kamar, betah amat sih."
Me : "Hehe, maklum, Pak, gamer kayak saya suka lupa waktu kalau maen PC games. Kapan lagi, Pak, kalo ndak malem selepas jam kerja? Masak saya nge-game di jam kerja?"
Boss : "Iya sih, bisa-bisa aku damprat kamu kalau ketauan main game di kantor."
Me : "Tenang aja, Pak. Saya ndak bakal sempat main game di jam kerja, soalnya terlalu sibuk chatting sih."

Friday, September 28, 2007

Mari Menjadi Engineer

Dalam bidang engineering, khususnya oil & gas engineering - bidang yang saya sedikit tahu, ada suatu keahlian atau posisi yang disebut: DRAFTER. Rekan-rekan yang menggeluti profesi ini ahli alias lincah dalam menggunakan aplikasi-aplikasi 'menggambar', macam Autocad, Visio atau Microstation. Tugas mereka adalah menuangkan corat-coret engineer/designer ke bentuk yang official dan profesional, yang kemudian, setelah cek dan ricek oleh engineer tentunya, di-submit ke klien pemesan desain itu.

Tanpa bermaksud merendahkan atau menafikan peran para drafter, dalam kenyataannya, employer menggaji mereka di bawah - bahkan kadang jauh di bawah - para engineer. Tentu saja perbandingan yang saya maksud di sini adalah yang jeruk to jeruk, artinya untuk level pengalaman yang komparabel (baca: hampir sama).

Mengapa employer menghargai seorang engineer lebih tinggi daripada drafter? Ini berkaitan dengan tugas, kewajiban dan latar belakang pendidikan. Pada umumnya di Indonesia, para drafter cukup mengenyam pendidikan STM (atau SMU) - meskipun banyak juga yang berijazah diploma- sedangkan para engineer membawa ijazah strata satu mereka ke ajang persilatannya. Dari segi tugas dan tanggung jawab, seorang engineer dituntut untuk mendesain: menghitung berbagai hal dan mengerti konsep di balik desainnya. Berbeda dengan seorang drafter yang kemudian melanjutkan dan mewujudkan desain si engineer tadi ke secarik file.

Intinya, perbedaan 'penghargaan employer' (dalam hal ini: remunerasi) kepada dua posisi itu didasarkan pada kedalaman keilmuan teknik keduanya. Yang satu dianggap dan dituntut harus paham, sedangkan satunya cukup menerima draft dan kemudian 'menggambarkan ulang' dengan komputernya.

Berangkat dari analogi di atas, saya lalu melihat fenomena 'membaca Qur'an' di kalangan muslimin - mumpung masih Ramadhan nih ;-)

Banyak di antara kita, mungkin termasuk saya, masih menjadikan membaca Qur'an sekedar melafalkan huruf dan kata. Seperti Pak drafter yang tidak mau pusing kenapa pipa, vessel atau PSV yang digambarnya berukuran sekian inci, terbuat dari material apa, setebal apa, bagaimana setting-nya, horisontal atau vertikal dan sebagainya. Ia hanya menggambarkan apa adanya, sesuai instruksi engineer. Padahal sejatinya 'mengaji Qur'an' adalah untuk memahami dan lalu mengamalkannya, dan ini dimulai paling tidak dengan membaca artinya juga di samping ndremimil - kadang kebut-kebutan mengejar target juz - melafalkan bacaannya sendiri.

Apa kita tetap mau selamanya menjadi drafter di mata Allah SWT (pertanyaan ini utamanya saya tujukan ke diri saya sendiri)? Mari kita mulai belajar menjadi engineer, seperti banyak rekan-rekan drafter yang juga mau memperdalam ilmu mereka sehingga dihargai sejajar engineer di tempatnya bekerja, setelah bertahun-tahun. Kita menginginkan paket remunerasi yang lebih baik kan dari Employer-nya semua employer?

Tuesday, May 08, 2007

You Gotta Be Kidding Me



Okay, we have good news & bad news.

The good news is Indonesian people have proven once again, thanks to the sinetrons I suppose, that they have somewhat a decent taste for their eyes.

As for their ears? Ah, that, I'm afraid, will be the bad news.

Tuesday, April 10, 2007

Dibubarkan Saja!

Iya, dibubarkan saja. Tidak berguna.

That's it?

Dapat kesempatan melihat negara dan budaya lain memang menyenangkan. Tapi mengapa ya kadang-kadang aku merasa 'luar negeri' itu overrated?

Mengunjungi Paris selama dua minggu jelas sangat exciting. Tapi... setelah sampai di sana dan melihat plus merasakan sendiri salah satu kota paling terkenal di dunia itu... kok jadinya terasa biasa-biasa saja ya? Apalagi waktu ikut berdesakan di antara kerumunan orang yang mengagumi Monalisa di Museum Louvre. Hmmpffhh, there're a lot of more beautiful paintings there than that small piece of work (but than again, I know nothing about art & history). Bahkan lukisan di atap beberapa ruangan di sana nampak jauh lebih indah dari lukisan terpopuler dari yang terpopuler itu.

Oh, well, sisi positifnya, aku jadi makin yakin bahwa negeriku still way more beautiful dari Paris. Ah, andaikan Bali bisa ditarik mendekat ke Eropa, sungguh aku yakin Paris akan menjadi sangat sepi...

Wednesday, January 03, 2007

Bisa Nggak Ya?

Eh, nyambung soal ramal-meramal, kan mereka itu (Mama Loreng, Madam Gurun, Ki Joko Blo'on dan konco2-nya) 'jago' banget tuh memprediksi apa yang akan terjadi di masa depan. Nhaaah, bisa nggak ya, mereka melebarkan sayap sedikiiit saja ke disiplin ilmu cari-mencari sesuatu yang hilang dari peristiwa yang sudah terjadi?

Gini lho, pesawat Adam Air yang hilang itu kan masih belum jelas tuh keberadaannya. Mbok iyao, indra keenam beliau-beliau nan sakti mandraguna itu dimanfaatkan untuk membantu pencariannya. Mbok iyao, sekali-sekali mereka itu memberikan informasi yang benar-benar berguna.

Mari Meramal

Para ahli nujum mengindikasikan bahwa bahwa di tahun 2007 ini akan ada skandal yang lebih dahsyat dari video mesra, eh mesum, Bapak Yahya Zaini dan Maria Eva tahun lalu. Lebih heboh, katanya, karena pejabat yang akan tersangkut kasus baru itu konon menduduki jabatan yang lebih penting dari 'sekedar' anggota DPR RI.

Mereka berceloteh juga bahwa kasus selebriti kena narkoba, nikah karena 'kecelakaan', meninggal karena kecelakaan (beneran), terseret perkara kriminal, gugat-gugatan cerai dan semacamnya akan semakin marak.

Dan sayup-sayup, dari belakang layar infotainment (TV, tabloid, dll) terdengar suara...

"Aamiiin..."