Thursday, September 15, 2005

Widuri

Tiga minggu yang lalu aku berkesempatan mengunjungi sebuah platform lepas pantai (offshore) dalam rangka site survey sebuah project. Klien kami sebuah oil company asal Cina. Mereka mengelola beberapa blok pengeboran di lepas pantai utara Jakarta. For the first time in my life I saw the 'real thing' dan yang membuatnya spesial adalah karena platform itu terletak in the middle of nowhere, di laut, 4.5 jam perjalanan by boat dari Tanjung Priok. Lokasi yang kami tuju populer dengan nama 'Widuri'.


Image hosted by Photobucket.com
Widuri Papa di pagi hari. Foto-foto lain bisa disimak di sini.


Selama 1.5 tahun lebih, aku hanya duduk manis di depan monitor PC-ku, merancang dan menghitung ini dan itu, tapi belum tahu exposure lapangan yang sebenarnya. Dan pengalaman 3 minggu yang lalu itu jelas sangat berharga.

Berangkat jam 7 pagi dari Jakarta, sebelum tengah hari kami tiba di sebuah tanker raksasa, tempat produksi dari puluhan oil well di sekitarnya ditampung sementara sebelum diambil oleh kapal-kapal lain. Juga tempat tinggal ratusan pekerja. Namanya 'Widuri Terminal'.

Sore harinya kami pindah ke platform tempat processing minyak dan gas sebelum dialirkan ke Widuri Terminal. Nama tempatnya Widuri Process Platform, atau lebih sering mereka sebut 'Widuri Papa' atau lebih singkat lagi hanya 'Proses'. Memang di sanalah data-data yang kami butuhkan berada. Kami tinggal selama empat malam di sebuah living quarter bernama 'Seafox' yang dihubungkan dengan semacam jembatan ke Proses. Quite a lot of people live there too, lebih dari 50 orang.


Image hosted by Photobucket.com
Ini yang namanya Seafox. Those windows belong to the cabins.


Well, I'm not really good at expositional story telling nor I'm intending to do so. Jadi narasi di atas hanyalah gambaran pembuka saja. What I'm gonna tell you here is betapa memang bekerja di offshore itu - bisa - sangat membosankan, terlepas dari - bisa - sangat berbahaya, tentunya.

Duluuu, semasa masih kuliah, aku sempat berpikir bahwa sepertinya bekerja di offshore itu menyenangkan. I mean, menyenangkan karena gajinya ;-) Belum lagi semua fasilitasnya. Gak usah mikirin makan, minum, cucian, etc. Semua dijamin. Kamar pun full AC & ada room service, telepon & internet free, hahaha. Bahkan sampai sesaat sebelum kunjungan ke Widuri lalu, aku masih menyimpan ketertarikan yang sama. Turned out to be... tidak seindah itu. Maksudku, penghasilan & fasilitas memang se-oke yang kubayangkan, namun ternyata banyak hal yang tak bisa dibeli dengan semua itu.

Oke, mereka tidak tinggal di sana all the time. Ada yang seminggu on, seminggu off, ada yang dua mingguan, dsb. Tapi pas di sananya itu lho... Feels like forever! You see nothing but... nothing! Boring abis! Belum lagi ketika kamu kangen dengan orang-orang yang kamu sayangi. Ini yang berat. Temanku bilang: ketika di sana, waktu serasa berhenti.

Aku jadi maklum kemudian melihat beberapa teman yang nggak tahan kerja berlama-lama di tempat-tempat seperti itu (including onshore remote areas). Bahwa ternyata a lot of things in life just can't be bought. Bahwa ternyata berondongan pertanyaanku ke mereka: "Ngapain sih kamu resign? Gaji segede itu apa masih kurang?" tidak terlalu valid.

Aman. Nyaman. Dan akhirnya: tentram. Meskipun saldo tabungan naiknya perlahan-lahan banget, I now realized bekerja di kantor (atau dimana pun, asal bisa dekat dengan keluarga, teman, etc.) jelas lebih enak. Eitss, don't get me wrong, to some people, bekerja di remote areas justru lebih cocok. Jadi, mungkin ini masalah selera atau personality. Maybe. Absolutely not mine, though.

2 comments:

RealPTC Expert said...

Emang benar Bond, sometimes even money can do no good.Sama seperti hari ini, biasanya tiap sabtu dan minggu aku dan calon istriku (hehehe...)pulang ke rumah. Tapi untuk week-end ini, dia harus ikut outbound ke Probolinggo sama kantornya, jadi tinggallah aku sendiri di Gresik yang panas ini. Duit ada, tapi koq ya seharian ini aku cuman lontang-lantung kaliling Gresik gak tentu arah, parahnya lagi memang waktu jadi terasa sangat lamaaaaa....
Dulu waktu kuliah, aku juga sempat mikir kalo fasilitas lengkap, pegang duit banyak, pasti hidup terasa lebih baik. Ternyata pikiran itu muncul karena waktu itu aku ada banyak teman, jadi mate + money = happy, kalo hilang salah satunya ya gak bisa happy.

shanin's mom said...

Hai bond, sharing aja ya... Aku dulu pertama emang ngerasa 'wow' dgn gaji yg kuterima. Tapi ngerasain schedule 2-1 on-off wasn't really good for me, my personal life and other thing. So, aku putusin utk memilih kerja dgn Jakarta based. Apalagi cowok-ku juga kerja di service company yg schedule-nya 2-1 juga, it's really hard man...
Konsekuensinya? ya, gaji jadi kurang dikit lah...
So, life is about a choice, isn't it? Jadi, tinggal gmana kitanya menyikapi