Monday, February 25, 2008

ORI = Obligasi Riba Indonesia?

Mulai hari ini, ORI (Obligasi Ritel Indonesia) 004 resmi ditawarkan kepada khalayak. Surat utang negara versi eceran ini dibandrol dengan kupon atau bunga tahunan 9.5 % (subject to 20 % tax). Namanya juga eceran, masyarakat dapat memilikinya cukup dengan dana minimal lima juta rupiah saja.

Dengan riba, eh bunga, yang menarik - menurut perkiraan ngawur saya sekitar 2 % di atas bagi hasil rata-rata tahunan deposito syariah - investasi di ORI ini memang lumayan menggiurkan. Apalagi ORI punya versatilitas dapat diperdagangkan di bursa, yang artinya menjanjikan juga capital gain bagi pemiliknya (dengan catatan ketika dijual harganya naik dibanding saat belinya lho ya).

Bagi Anda yang muslim, seperti saya, kerutan di dahi sangat mungkin segera timbul. Pertanyaan normalnya: yang begini ini kira-kira halal apa riba ya?

Saya tidak akan (lebih tepatnya: tidak berwenang) menghukuminya untuk Anda. Saya cenderung main safe saja untuk saya sendiri. Dengan keuntungan yang sangat mirip dengan bunga bank konvensional (berupa bunga yang persentasinya sudah ditentukan di awal), jelas-jelas ORI 'berbau' riba. Dan kalau yang berbau riba ini benar riba, berarti kita memakan riba dari negara alias mengambil untung dari uang rakyat. Menurut saya, itu semakin 'menakutkan'. Karenanya, untuk sementara ini, instrumen investasi yang super-aman dan dijamin pembayaran bunganya oleh pemerintah tapi belum tentu dijamin kehalalannya ini sebaiknya saya hindari dulu...

Disklemar-klemer: Tulisan yang tumben agak berat ini sebenarnya ditujukan untuk mencari pencerahan lebih lanjut tentang kehalalan ORI. Mohon pendapatnya, ya. Oya, satu lagi, saya bukan ahli di bidang investasi maupun fikih, jadi mohon untuk mericek ke referensi-referensi lainnya.

4 comments:

Unknown said...

Ok bos, yang mirip syariah itu reksadana. Makasih komentarnya Mas Bondan.

Laré nDhusun said...

Mirip ma opiniku jg, kang. Bedanya sampeyan mengolah kata luwih apik.. Huwehehe.. Kalau ragu ga usah aja dulu sampai ada kepastian yg bisa dipertanggung-jawabkan..

Anonymous said...

lha kan pendapatan negara bukan dari hal2 yg tidak halal.
Uang pinjeman ORI juga tidak dipakai oleh negara utk hal2 yg tidak halal.

jadi baiknya ORI di sikat aja. hehe...

wis ah, salam kenal wae..
ibk

KangBono™ said...

Buat Dalijo: aku ndak ngerti mangsutnya 'yang mirip syariah itu reksadana'. Reksadana ada yang syariah, ada yang 'biasa'.

Buat ibk: salam kenal juga, thanks sdh mampir. Bagaimana dengan analogi ini: Anda minta pinjaman ke saya karena butuh dana untuk bayar uang sekolah anak. Anda berani ngasih saya bunga 9.5% setahun. Pendapatan saya berasal dari gaji kantor (insya Allah halal ini, hehehe), uang pinjaman juga Anda pakai bukan untuk yang tidak halal (mulia malah: menyekolahkan anak). Apa saya boleh 'menyikat' kesempatan ini juga?