Dalam bidang engineering, khususnya oil & gas engineering - bidang yang saya sedikit tahu, ada suatu keahlian atau posisi yang disebut: DRAFTER. Rekan-rekan yang menggeluti profesi ini ahli alias lincah dalam menggunakan aplikasi-aplikasi 'menggambar', macam Autocad, Visio atau Microstation. Tugas mereka adalah menuangkan corat-coret engineer/designer ke bentuk yang official dan profesional, yang kemudian, setelah cek dan ricek oleh engineer tentunya, di-submit ke klien pemesan desain itu.
Tanpa bermaksud merendahkan atau menafikan peran para drafter, dalam kenyataannya, employer menggaji mereka di bawah - bahkan kadang jauh di bawah - para engineer. Tentu saja perbandingan yang saya maksud di sini adalah yang jeruk to jeruk, artinya untuk level pengalaman yang komparabel (baca: hampir sama).
Mengapa employer menghargai seorang engineer lebih tinggi daripada drafter? Ini berkaitan dengan tugas, kewajiban dan latar belakang pendidikan. Pada umumnya di Indonesia, para drafter cukup mengenyam pendidikan STM (atau SMU) - meskipun banyak juga yang berijazah diploma- sedangkan para engineer membawa ijazah strata satu mereka ke ajang persilatannya. Dari segi tugas dan tanggung jawab, seorang engineer dituntut untuk mendesain: menghitung berbagai hal dan mengerti konsep di balik desainnya. Berbeda dengan seorang drafter yang kemudian melanjutkan dan mewujudkan desain si engineer tadi ke secarik file.
Intinya, perbedaan 'penghargaan employer' (dalam hal ini: remunerasi) kepada dua posisi itu didasarkan pada kedalaman keilmuan teknik keduanya. Yang satu dianggap dan dituntut harus paham, sedangkan satunya cukup menerima draft dan kemudian 'menggambarkan ulang' dengan komputernya.
Berangkat dari analogi di atas, saya lalu melihat fenomena 'membaca Qur'an' di kalangan muslimin - mumpung masih Ramadhan nih ;-)
Banyak di antara kita, mungkin termasuk saya, masih menjadikan membaca Qur'an sekedar melafalkan huruf dan kata. Seperti Pak drafter yang tidak mau pusing kenapa pipa, vessel atau PSV yang digambarnya berukuran sekian inci, terbuat dari material apa, setebal apa, bagaimana setting-nya, horisontal atau vertikal dan sebagainya. Ia hanya menggambarkan apa adanya, sesuai instruksi engineer. Padahal sejatinya 'mengaji Qur'an' adalah untuk memahami dan lalu mengamalkannya, dan ini dimulai paling tidak dengan membaca artinya juga di samping ndremimil - kadang kebut-kebutan mengejar target juz - melafalkan bacaannya sendiri.
Apa kita tetap mau selamanya menjadi drafter di mata Allah SWT (pertanyaan ini utamanya saya tujukan ke diri saya sendiri)? Mari kita mulai belajar menjadi engineer, seperti banyak rekan-rekan drafter yang juga mau memperdalam ilmu mereka sehingga dihargai sejajar engineer di tempatnya bekerja, setelah bertahun-tahun. Kita menginginkan paket remunerasi yang lebih baik kan dari Employer-nya semua employer?