"Pinter beneeer. Pasti nontonnya Indovision."Begitu kurang lebih jargon sebuah televisi berlangganan dalam iklannya. Ada beberapa versi iklannya, namun yang akan saya bahas di sini adalah versi 'balita'.
Terlihat di iklan itu betapa seorang anak berusia kurang dari 3 tahun (atau malah 2 tahun?) dapat 'dididik' oleh acara TV sehingga ia bisa dengan terlatih pipis di toilet tanpa bantuan orang dewasa. Di satu sisi adegan itu jelas catchy & cute sekali, sekaligus membuat para calon konsumen sangat tertarik. Namun di sisi lain, sebenarnya ada masalah yang patut diwaspadai.
Beberapa waktu lalu saat meng-hire babysitter mulai menjadi pilihan banyak pasangan, khususnya di kota-kota besar, ada kekhawatiran bahwa anak yang lebih banyak menghabiskan waktu dengan 'Si Mbak' akan menjadi lebih dekat kepada 'mbak'-nya daripada dengan orangtuanya sendiri. Terbukti, beberapa kali kita baca atau dengar ada seorang ibu yang 'sakit hati' karena ketika menyuruh anaknya melakukan sesuatu, ternyata sang anak tak mau patuh dan justru lebih mendengar kata-kata babysitter-nya. Atau sang anak merasa sangat tergantung dengan 'mbak'-nya, tak bisa ditinggal mudik, menjadi jauh secara batiniah dan kurang sayang pada ayah ibunya, dan sebagainya.
Intinya, ayah ibu - terutama ibu - yang lebih memilih berkarir dan menyibukkan diri dengan agenda yang terlalu padat dan kemudian mempercayakan tumbuh-kembang anaknya sejak lahir pada babysitter sangat riskan mengalami hal 'menyakitkan' tadi. That's fact.
Nah sekarang, dari iklan yang tadi saya sebutkan, saya khawatir ide iklan itu muncul dari konsep yang lebih ekstrem daripada mempekerjakan babysitter: didiklah anak dengan cara sebanyak-banyaknya menonton acara TV yang 'bermanfaat' semacam program yang ditawarkan di iklan itu. 'Keberhasilan pendidikan' yang disorot di iklan itu sepertinya akan makin membenarkan perilaku orang tua yang memprioritaskan profesi atau kesibukan di luar rumah di atas membimbing putra-putrinya sendiri.
"Toh anak kita enjoy nonton Baby TV seharian, cepat pintar lagi..."
Mangapa lebih ekstrem? Karena sejelek-jeleknya pola pengasuhan dengan babysitter, paling tidak anak masih merasakan bimbingan manusia, bukan kotak ajaib penayang berjuta channel.
Kita perlu lebih bijak dalam hal ini. Mungkin kita memang tidak bisa tidak menyewa jasa 'mbak' untuk buah hati kita atau kita memang perlu lebih banyak acara TV yang mendidik (karena Dora saja tidak cukup, misalnya. Wait a minute, Anda yakin Dora mendidik?), tapi harus kita camkan bahwa peran orang tua dalam mendidik anaknya is still paramount. Bantuan babysitter, dan mungkin juga TV, untuk menemani putra-putri kita adalah alternatif terakhir.
Hmmm, apa mungkin ya di masa datang akan ada keluhan dari seorang ibu yang sakit hati karena anaknya lebih merasa sedih saat TV-nya rusak daripada saat sang ibu sakit? Moga-moga nggak terjadi deh...