"Pada zaman Rasul dan para sahabat dulu, saat Bulan Ramadhan hampir berakhir, mereka bercucuran air mata. Menangis karena takut tidak bisa bertemu lagi dengannya tahun depan. Bandingkan dengan kita sekarang yang menangis karena THR belum turun."
Lucu. Tapi menyentil. Mengingatkan lagi kepadaku - dan mungkin kepada sebagian besar dari kita - bahwa makna puasa ternyata masih jauh dari kita pahami. Aku sendiri sampai sekarang belum bisa berbunga-bunga tatkala Ramadhan menjelang, pun tak merasa sedih saat dia hendak berlalu. Masih hambar. Biasa saja. Jangan-jangan bagiku Ramadhan masih sebatas rutinitas?
Bagaimana dengan Anda, atau para suadara, teman dan tetangga kita?
Gembira, bersyukur, lega. Itu respon yang sangat-sangat manusiawi saat Idul Fitri tiba. Namun saat rasa itu diwujudkan dalam bentuk yang berlebihan dan salah kaprah, kita tahu pasti bahwa kita belum berhasil menjalankan puasa secara hakiki. Kita tidak mendapat apa-apa, kecuali lapar dan dahaga. Dengan tambahan sedikit THR.
Bagaimana mungkin kita mengurangi volume ibadah untuk berbelanja: baju plus aksesorisnya, makanan dan tetek bengek parsel, juga larut dalam segala aktivitas yang berkaitan dengan persiapan mudik, justru saat Ramadhan memasuki hari-hari penghabisannya? Ada yang tidak berpuasa dengan alasan sedang dalam perjalanan pulang kampung.
"Nggak afdol rasanya kalau nggak mudik," itu alasannya. Masuk di logika bagian mana, kegiatan yang tidak jelas tuntunannya dan hanya sebatas tradisi turun-temurun bisa lebih diutamakan di atas puasa Ramadhannya sendiri?
Dan di Hari Lebaran, sebagian dari kita bersuka-suka, hura-hura, berjoget dangdut seharian di tempat-tempat wisata memelototi biduan-biduan seksi yang seperti baru saja berhibernasi. Di mana nampak bekas-bekas puasa mereka?
Aku jadi ingat kembali sebuah hadis tentang para setan yang dibelenggu di Bulan Ramadhan. Terang saja mereka bakal bersuka cita saat belenggu itu lepas di malam takbiran. Kontras dengan tangisan para mukmin yang baru saja kehilangan ladang tersubur ibadahnya.
Bagaimana dengan Anda, di pihak manakah Anda sebenarnya berada?