Kamus online Merriam-Webster bilang, oxymoron artinya “a combination of contradictory or incongruous words (as cruel kindness) ; broadly : something (as a concept) that is made up of contradictory or incongruous elements”. Senada, Oxford Online mendefinisikannya sebagai “a figure of speech or expressed idea in which apparently contradictory terms appear in conjunction (e.g. bittersweet)”.
Dalam hal berinvestasi, kalau ada yang bertanya: ‘investasi jangka pendek’ itu oksimoron bukan? Apa jawaban Anda?
Saya sendiri akan menjawabnya tanpa ragu: itu oksimoron!
Mungkin saya terlalu kaku, namun saya melihat bahwa bermanuver finansial demi mengincar keuntungan jangka pendek lebih cocok disebut berspekulasi daripada berinvestasi. Kalaupun istilah ‘spekulasi’ terkesan terlalu negatif, yah, mungkin kata trading lebih mewakili.
Saya teringat bisik-bisik istri saya sekitar sebulan lalu yang entah mendapat wangsit dari mana meramalkan bahwa harga emas tahun ini akan mengangkasa sampai 800 ribu rupiah per gram. Beli saja sebanyak-banyaknya sekarang, kemudian nanti ketika harganya 800 ribu, kita jual lagi demi merealisasikan keuntungan yang sangat besar. ‘Ketika’? ‘Jika’ mungkin lebih pas. Di sinilah unsur spekulasi ini kental terasa.
Investasi, entah untuk dana pensiun, pendidikan anak, naik haji, keliling akhirat, eh dunia, beli rumah atau big purchases lainnya semestinya dijalankan dengan cermat dan berjangka panjang. Jika gain cepat yang menjadi target, ya berjualbelilah – atau berjudi (baca: berspekulasi).
Mendisiplinkan diri dengan menganut investment is for long term only membuat kita lebih teliti memilih berbagai produk keuangan, lebih tahan dan sabar diterpa badai krisis dan tidak mudah tergiur iming-iming kaya mendadak.
Oya, mumpung suasana politik sedang hangat-hangatnya, tak ada salahnya saya beri dua contoh oksimoron di sektor non-favorit saya itu: ‘caleg pro-rakyat’ dan ‘anggota dewan yang terhormat’. Bermimpilah, kawan :-)
Dalam hal berinvestasi, kalau ada yang bertanya: ‘investasi jangka pendek’ itu oksimoron bukan? Apa jawaban Anda?
Saya sendiri akan menjawabnya tanpa ragu: itu oksimoron!
Mungkin saya terlalu kaku, namun saya melihat bahwa bermanuver finansial demi mengincar keuntungan jangka pendek lebih cocok disebut berspekulasi daripada berinvestasi. Kalaupun istilah ‘spekulasi’ terkesan terlalu negatif, yah, mungkin kata trading lebih mewakili.
Saya teringat bisik-bisik istri saya sekitar sebulan lalu yang entah mendapat wangsit dari mana meramalkan bahwa harga emas tahun ini akan mengangkasa sampai 800 ribu rupiah per gram. Beli saja sebanyak-banyaknya sekarang, kemudian nanti ketika harganya 800 ribu, kita jual lagi demi merealisasikan keuntungan yang sangat besar. ‘Ketika’? ‘Jika’ mungkin lebih pas. Di sinilah unsur spekulasi ini kental terasa.
Investasi, entah untuk dana pensiun, pendidikan anak, naik haji, keliling akhirat, eh dunia, beli rumah atau big purchases lainnya semestinya dijalankan dengan cermat dan berjangka panjang. Jika gain cepat yang menjadi target, ya berjualbelilah – atau berjudi (baca: berspekulasi).
Mendisiplinkan diri dengan menganut investment is for long term only membuat kita lebih teliti memilih berbagai produk keuangan, lebih tahan dan sabar diterpa badai krisis dan tidak mudah tergiur iming-iming kaya mendadak.
Oya, mumpung suasana politik sedang hangat-hangatnya, tak ada salahnya saya beri dua contoh oksimoron di sektor non-favorit saya itu: ‘caleg pro-rakyat’ dan ‘anggota dewan yang terhormat’. Bermimpilah, kawan :-)
2 comments:
Kang, pasang awidget follow me ya
aku nanti follow sampeyan
salam
Matur nuwun, suatu kehormatan Mas Eko...
Jadi dipaksa ngoprek-oprek layout blog nih - hal yang paling males kulakukan sebelumnya :-)
Post a Comment