Beberapa saat yang lalu aku menerima telepon dari seorang mantan rekan sekantor, lebih tepatnya: mantan atasan. Sekarang kami telah sama-sama eksodus dari kantor lama. Obrolan dengan dia, sayangnya, hanya sekitar 25% - paling pol 40% - bermanfaat. Selebihnya ngalor ngidul nggak karuan atau yang jeleknya: ngomingin orang.
Ini yang membuatku kadang (baca: sering) malas berlama-lama bicara dengan dia. Padahal pada dasarnya dia orang yang baik, mau membantu dalam banyak hal dan cukup sayang pada beberapa mantan bawahannya, terutama yang dia rasa berprospek bagus di masa depan.
Nah, kejadian tadi agak unik karena I was saved by the bell. Setelah sekitar 3-4 menit berapakabar-ria, dia mulai menanyakan - lebih tepatnya: ngajak ngomongin - orang lain, yakni mantan rekan sekantor juga. Saat aku sudah mulai berpikir untuk cari alasan menutup pembicaraan, kebetulan telepon di meja sebelah berbunyi. Kebetulannya lagi, temanku yang duduk di situ sedang meeting keluar. Jadi deh, itu telepon berdering-dering bising.
Spontan dia nanya,
"Eh, itu telepon bunyi, buat kamu ya?"
"Eee, sepertinya iya tuh Pak..." tandukku pasti terlihat jelas saat aku bilang ini :-)
"Ya udah deh, disambung lain kali, jangan lupa imel-imelan ya."
Pffhhh, lolos, coy! Tapi... aku tadi jelas-jelas bohong tuh. Padahal dia kan telepon untuk bersilaturahmi. Jadi nggak enak deh...